Rabu, 23 September 2009

“Robohnya KPK Yang Hanya Tinggal Menunggu Waktu”


Robohnya KPK Yang Hanya Tinggal Menunggu Waktu

Mungkin kalau kita mengikuti perkembangan yang menimpa lembaga KPK, pastinya akan mengundang kita kebanyak pertanyaan yang intinya mengarah “Ada apa sebenarnya dengan KPK kita dan bagaimana nasib keberjalannya kedepan?”. Dari begitu banyak kasus yang terjadi yang menyimpulkan bahwa keberadan nasib lembaga yang hadir diatas cita-cita reformasi inipun bisa dikatakan semakin simpangsiur dan tidakjelas. Hal ini bisa kita lihat lihat mulai dari dari proses pembuatan regulasi atau rancangan undang-undang (RUU) Pengadilan tindak pidana Korupsi (Tipikor) yang tak kunjung selesai, padahal Mahkamah konstitusi (MK) memberikan batas waktu paling lambat 19 desember 2009 UU Tipikor sudah haruslah rampung. Jika tidak, tentunya kasus korupsi akan dikembalikan ke pengadilan umum yang sangat diragukan komitmennya dalam member hukuman setimpal kepada koruptor. Selain itu, semenjak ditahannya ketua KPK Antari Azhar atas kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, dengan dalil hukum yang cenderung dibuat-buat, dimana DPR berkesimpulan karena kerja KPK adalah kolektif yang dalam hal ini harus ada lima orang maka KPK secara otomatis tidak boleh melakukan apapun selama hanya berisi empat orang. Tapi untunglah, beberapa anggota DPR lainnya menolak cara pandang ini. Sesudah itu, isu kemudian yang berkembang adalah terjadinya kirsruh hubungan antara KPK dengan Kejaksaan agung dan kepolisian. Hal ini kemudian diperpanas dengan munculnya pernyataan seorang pejabat tinggi polisi yang berkata “cicak kok mau melawan buaya?” yang kemudian memicu kemarahan masyarakat luas yang diikuti dengan banyaknya para toko dan masyarakat yang tergabung dalam aliansi cinta Indonesia cinta KPK (cicak), “saya cicak berani melawan buaya”. Belum sampai disitu, belakang ini, kembali kita mendengar bahwa dua pimpinan KPK yaitu candra dan bibit ditangkap atas tuduhan penyelewengan kekuasan dan dugaan korupsi terkait kasus bank century. Hal ini tentunya menambah sederatan dugaan publik akan tujuan sederhana, yaitu KPK harus mati. Harapannya adalah kekuatan koruptor dan transaksi kotor yang dilakukan lembaga penyelenggara korup dengan pihak swasta dapat dilakukan dengan leluasa dilakukan.
Dari berbagai banyak masalah yang menimpa lembaga KPK kita sekarang yang terlihat adanya upaya secara sistematis didalam meruntuhkan keberadaan KPK, tentunya dibutuhkan suatu upaya sungguh untuk menyelamatkan KPK dan pemberantasan korupsi. Oleh sebab itu, kita (masyarakat) dan KPK haruslah bersama-sama berusaha membendung usaha penghancuran salah satu cita-cita dari reformasi itu yaitu hadirnya pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi. Walapun secara teoretis kerja KPK memang berdasarkan UU, namun secara hakikat tidaklah berlebihan saya mengatakan bahwa kehadiran KPK adalah wujud dari kebutuhan masyarakat akan penegakan hukum yang berkeadilan, yaitu kebutuhan akan hadirnya lembaga yang mampu bertindak dan mengambil langkah yang lebih berani guna melakukan pemberantasan korupsi. Artinya adalah KPK secara tidak langsung mendapat legimitasi yang kuat dari rakyat sehingga, secara umum dapat kita simpulkan bahwa setidaknya ada tiga upaya yang harus diambil dalam pemberantasan korupsi yaitu dengan pencegahan, penindakan, dan adanya peran masyarakat. Pencegahan korupsi difokuskan pada perbaikan sistem (hokum, kelembagaan, ekonomi) dan perbaikan system manusia (moral, pendidikan). Pencegahan korupsi dimaksudkan bertujuan untuk mengurangi terjadinya korupsi, dengan memperbaiki system yang berpotensi yang berpotensi korup dan memperbaiki hidup para korup. Sementara penindakan korupsi yang disertai dengan aset recorvery (menyelamatkan aset Negara) bertujuan memberikan shock terapy (menjadi suatu pembelajaran dan mengembalikan rasa adil dari perampasan hak masyarakat yang terkoyakkan). Tentunya penindakan korupsi haruslah dilakukan konsisten dan berkesinambungan, karena kehadiran KPK justru dapat menjadi tandingan budaya bagi tindakan para koruptor yang membudaya. Tidaklah berlebihan apabila KPK dapat diharapkan merupakan agen of change dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dimana bangsa ini sudah sangat menderita oleh penyakit korupsi., Apalagi citra bahwa Indonesia masih merupakan bagian Negara terkorup di dunia.
Harus kita bersama bahwa menurut data ICW (Indonesia Corrupotion Watch) tahun 2008, dari 444 terdakwa kasus korupsi yang diperiksa dan diputus, sebanyak 277 terdakwa (62,38 %) divonis bebas/lepas oleh pengadilan. Hanya 167 terdakwa (37,61%) yang akhirnya divonis bersalah. Namun dari 167 terdakwa korupsi yang akhirnya diputuskan bersalah tersebut dapat dikatakan belum memberikan efek jera bagi pelaku korupsi. Hal ini bisa dilihat dari, terdakwa yang divonis di bawah satu tahun penjara adalah sebanyak 78 terdakwa (17,57%). Diatas 1,1 tahun sampai 2 tahun sebanyak 55 terdakwa (12,39%), divonis 2,1 tahun hingga 5 tahun sebanyak 18 orang (4,05%), dan divonis 5,1 tahun hingga 10 tahun yaitu sebanyak 5 terdakwa (1,12%). Hingga tahun 2008 berakhir, hanya ada satu terdakwa yang divonis di atas 10 tahun(0,22%) sehingga rata-rata vonis penjara yang dijatuhkan oleh pengadilan umum adalah 5,82 bulan penjara. Dengan demikian, selama empat tahun terakhir (sejak 2005-2008), berdasarkan pantauan ICW, dari 1421 terdakwa yang diadili dalam kasus korupsi di pengadilan umum, terdapat 659 korupsi (46,37%) yang divonis bebas/lepas oleh pengadilan umum, dan 762 terdakwa (53,62%) yang divonis bersalah. Hal ini menandakan bahwa masih begitu banyak PR yang harus dilakukan KPK dan kita semua tentunya masih menunggu dan berharap bahwa KPK akan terus dapat melanjutkan tugas dan amanah yang telah diembannya untuk membuat Negara ini bersih dan bebas dari koroptor yang sama sekali tidak punya rasa malu.


Salam Mahasiswa, Salam Perjuangan……
Untuk Tuhan, Bangsa, dan Almamater…………..Merdeka !!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar