Jumat, 17 Juli 2009

Mau Dibawa Kemana Pendidikan Kita Kedepannya ?

*(tulisan terinspirasi setelah melihat fenomena pendidikan yang terjadi)

Semoga hari demi hari kita semakin sadar bahwa masih banyak yang harus kita pikirkan, pahami, dan lakukan, dan semua itu tentunya masih jauh dari yang kita harapkan…

Belakang ini, tentunya kita sering mendengar iklan pendidikan yang sering dikumandangkan di televisi tentang sekolah gratis ada dimana-mana, dimana dengan lantangnya iklan ini mencoba mengajak kepada masyarakat, khususnya masyarakat kalangan menengah kebawah untuk tetap bersekolah. Ya, ini merupakan salah satu langkah yang diambil pemerintah dalam rangka perbaikan di bidang pendidikan, disamping langkah-langkah lain seperti penyediaan operasional pendidikan, buku sekolah elektronik, pengadaan buku murah, program sertifikasi guru, dsb. Tapi yang menjadi pertanyaan sederhananya, apakah langkah-langkah tersebut akan menjawab pendidikan kita yang lebih baik ? Hal inilah yang menuntut kita, khususnya kalangan intelektual untuk coba berpikir lebih jauh lagi karena mohon maaf tanpa mengurangi atas usaha dan upaya yang telah dilakukan pemerintah, saya menilai langkah yang dilakukan oleh pemerintah hanyalah sebagai bentuk pemanis belaka untuk menutupi bobroknya pendidikan yang terjadi sekarang ini tanpa mau berpusing-pusing untuk mengatasi permasalahan dasar dari pendidikan tersebut. Persoalan yang mendasar yang harus kita pahami bersama bahwa masih jauhnya mutu pendidikan itu sendiri dari keadaan yang diharapkan. Selama bertahun-tahun, kualitas itu tidak beranjak maju, bahkan menurut laporan UNESCO soal pencapaian target Education for All 2015 misalnya, posisi Indonesia berada jauh di bawah Malaysia padahal sebelumnya tepatnya pada tahun 1960-an, Malaysia justru belajar mengelola pendidikan dari bangsa kita. Ya tentunya ini merupakan kepahitan yang sangat mendalam bagi kita bersama bahwa realitasnya kita belum mampu mengelolah pendidikan kita secara baik, bahkan bisa dikatakan memburuk dari tahun ketahun.

Realitas Pendidikan Indonesia

Seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti yang luhur, memiliki pengetahuan dna ketrampilan kesehatan jasmani dan rohani, kpribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakat dan kebangsaan dan pembangunan nasional dibidang pendidikan merupakan perwujudan salah satu upaya untuk memanjukan kesehjahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadialan sosial. Dengan kata lain dapat disimpulkan secara tegas bahwa pendidikan memang diarahkan pada pengembangan peserta didik yang berakhlak mulia, cakap, kreatif, berilmu, mandiri dan bertanggung jawab. Namun, dalam praktik dilapangan semua itu jauh dari harapan dari cita-cita mulia pendidikan itu sendiri. Peserta didik dihargai berdasarkan pencapaian nilai-nilai yang standarnya telah ditentukan pemerintah. Adapun pembentukan sikap dan karakter anak didik, membangun semangat, serta mengoptimalkan kebudayaan untuk membangun martabat bangsa kurang diperhatikan. Pendidikan budi pekerti diabaikan, persoalan perbedaan kemampuan individu dan kreatifitas juga dipinggirkan sejak pendidikan dasar hingga pendidikan mengenal lanjutan. Hal ini menyebabkan dunia persekolahan kebanyakan saat ini pun tidak lagi mengajarkan anak didik untuk berpikir, untuk eksploratif dan kreatif. Seluruh suasana dan gaya persekolahan adalah penghafalan tanpa pengertian yang memadai, taat kepada komando, sedangkan bertanya apalagi berpikir kritis praktis adalah tabu. Siswa tidak dididik tetapi di-drill, dilatih, ditatar, dibekuk agar menjadi penurut mohon maaf tidak jauh berbeda dari pelatihan binatang-binatang “pintar dan terampil” dalam sirkus. Sistem pengajaran ini tentunya bagus untuk kaum militer yang memang kodratnya dipersiapkan demi dunia komando didalam perang, tetapi fatal untuk anak didik yang justru harus bebas untuk bertanya, bahkan berani untuk bertanya karena harus berjiwa eksploratif dalam segala situasi dan kondisi, agar kreatif dan konstruksif nantinya.

Selain itu pendidikan sebenarnya mendapatkan tempat yang terhormat dalam konstitusi yang secara tegas memagari agar 20 persen anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) digunakan untuk pendidikan. Namun, dalam praktiknya dilapangan banyak kebijakan yang justru controversial dengan amanah konstitusi tersebut. Didalam 20 persen APBN tersebut, atau sekitar 207 trliun untuk APBN 2009, ternyata sudah termasuk gaji guru, bahkan gaji guru mendapatkan porsi terbesar dalam anggaran tersebut. Akibatnya alokasi anggaran untuk meningkatkan mutu dan operasional pendidikan semakin berkurang padahal, permasalahan pendidikan yang harus dibenai begitulah sangat kompleks. Kemudian upaya pemerintah untuk sertifikasi guru dalam rangka peningkatan kualitas guru juga masih mengalami berbagai kendala yang dikarenakan minimnya dana. Disisi lain, masih banyaknya pendidik, khususnya didaerah tertinggal yang sulit meningkatkan kemampuan karena terbatasnya akses informasi dan komunikasi. Untuk sarana dan prasarana pendidikan disejumlah daerah masih terlalu memprihatinkan, mulai dari ruangan yang sudah tidak layak pakai, peralatan yang kurang memadai, mulai dari peralatan laboratorium, komputer, perpustakaan, dsb.

Hal ini kemudian berujung pada fakta bahwa angka putus sekolah untuk berbagai jenjang pendidikan ternyata masih terlalu tinggi di negara ini. Setiap tahun misalnya, 211.643 siswa SMP dan MTs putus sekolah. Selain itu, sekitar 452.000 tamatan SD dan Madrasah tidak dapat melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, dan masih banyak lagi. Nah, adapun factor penyebab tingginya angka putus sekolah, tepatnya di kalangan masyarakat miskin itu sebagian besar disebabkan karena kebanyakan siswa dari kalangan tersebut menjadi tulang punggung ekonomi keluarga sehingga orientasi dari siswa tersebut tidak lagi terfokus untuk belajar, tetapi beranjak untuk mencari pekerjaan informal, seperti anak-anak jalanan yang tentunya sering kita lihat. Ya, inilah salah satu bentuk konsekonsi logis yang terjadi, boro-boro memikirkan untuk bisa mengecam dunia pendidikan, sementara untuk mengisi perut hari inipun masih belum tau.

Rancangan Pendidikan Indonesia: Kini dan Mendatang

Dari permasalahan dan realita yang diungkapkan diatas, maka saatnyalah kita mencari solusi yang baik, tentunya untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang ada dimana solusi yang dihasilkan tidak hanya tertuju pada penyelesaian sekilas/sementara, tanpa berpikir lebih jauh apa yang menjadi akar permasalahan tersebut dan harapannya bahwa pendidikan yang dirancang kedepannya adalah pendidikan yang siap menjawab harapan dan tantangan bangsa kedepannya. Melihat pendidikan saya coba ibaratkan seperti mendirikan rumah, dimana apabila kita menginginkan rumah yang kuat dan kokoh, maka mau tidak mau kita memerlukan pondasi yang haruslah kuat pula. Nah, begitu juga dengan pendidikan, dimana bila pendidikan yang lebih baik maka kita harus membangun pondasi yang baik pula. Pondasi ini adalah segala unsur yang membentuk pendidikan, dimana yang menjadi unsur/pondasi utama adalah pendekatan, sistem, metode. Selain itu ada unsur yang tak kalah penting yaitu pendidik dan peserta didik, tapi saya mengasumsikan unsur ini bisa berjalan dengan baik apabila pondasi/unsur utama tadi telah dibangun dengan baik. Berbicara masalah unsur pendekatan, sistem dan metode pendidikan maka yang kita utamakan adalah kerangka, pranata, dan kurikulum dari pendidikan tersebut. Pendekatan akan erat kaitannya dengan kerangka dengan tetap tidak akan memisahkan pranata dan kurikulum, sistem akan erat kaitannya dengan pranata dengan tetap tidak akan memisahkan kerangka dan kurikulum, dan metode akan erat kaitannya dengan kurikulum dengan tetap tidak akan memisahkan kerangka dan pranata.

Secara sederhana, rancangan pendidikan Indonesia: kini dan mendatang dapat digambarkan sebagai berikut :

Pendidikan


Kurikulum


Kerangka


Kurikulum


Pendidik


Kerangka


Peserta Didik


Pendekatan top-down


Sistem militer, Metode anjing


Pranata


Pendekatan Bottom-up


Sistem petani, Metode ayam


Pranata




Pendidikan


Kurikulum


Kerangka


Kurikulum


Pendidik


Kerangka


Peserta Didik


Pendekatan top-down


Sistem militer, Metode anjing


Pranata


Pendekatan Bottom-up


Sistem petani, Metode ayam


Pranata



Seperti yang diungkapkan sebelumnya, bahwa unsur pokok pendidikan itu selain pelaku utama yakni pendidik dan peserta didik adalah kerangka, pranata, dan kurikulum pendidikan. Pendidik dapat terdiri dari dosen, guru, pemimpin, orang tua, media massa, orang dewasa, dan masyarakat pada umumnya. Peserta didik dapat mencakup anak-anak, remaja, pemuda/I, rakyat jelata, dan berbagai lapisan serta golongan dalam masyarakat. Kerangka pendidikan adalah visi, missi, filsafat, dan berbagai teori-teori dasar pendidikan serta acuan undang-undang dalam peraturan. Pranata pendidikan adalah sarana-sarana pendidikan, gedung, lapangan, tempat pertemuan, konteks masyarakat, alat-alat peraga, buku-buku, jurnal, berbagai produk media massa, laboratorium, perpustakaan, sampai kepada sumber-sumber budget pendanaannya. Kurikulum pendidikan adalah menyangkut program dan isi serta ilmu pengetahuan yang dikelola dan disampaikan secara sistematik.

Gambar ini mempunyai dua bagian yang dipertemukan oleh satu titik bidang yaitu “peserta didik”. Bagian pertama adalah bagian atas dari diagram, yang melukiskan keadaan pondasi pendidikan kini dan bagian kedua adalah bagian bawah dari diagram, yang menggambarkan keadaan pondasi pendidikan masa mendatang. Secara simbolik pada bagian atas diagram ini melihatkan kepada kita bagaimana peserta didik terinjak paling bawah. Peserta didik hanya dijadikan obyek langsung dari kurikulum yang didukung oleh kerangka dan pranata pendidikan, sementara itu pendidik dalam berhubungan dengan peserta didik enggan melakukannya secara langsung tetapi bersembunyi dibalik kurikulum tersebut. Artinya, selama ini situasi dan kondisi , pengalaman dan daya kembang serta daya serap peserta didik sangat sedikit sekali untuk menjadi masukan, apalagi ikut merubah kerangka, pranata, dan kurikulum pendidikan. selain itu, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan top-down yang identik dengan mendikte, dimana pendidik adalah pusat kebenaran dan pengetahuan, lebih bermoral dan lebih pandai, sehingga tidak dapat dibantah seperti yang digunakan dalam sistem militer, disiplin seragam, ketat ideology, disiplin perintah tanpa boleh bertanya banyak. Sebagai konsekuensinya, metode pendidikan yang dipakai adalah diibaratkan dengan pendidikan metode anjing, sebagaimana tuan dengan anjingnya, anjing dididik oleh tuannya oleh sistem reward dan punishment agar anjing setia dan tunduk pada tuaanya. Lalu yang menjadi pertanyaan, bagaimana kualitas yang dihasilkan dari pola dan metode pendidikan tersebut? Tentunya teman-teman bisa menjawab dan sadarlah itu lah yang terjadi pada pendidikan kita sekarang ini, semua dibuat serba kaku tanpa perlu adanya orientasi yang jelas.

Sedangkan gambar yang kedua, kita melihat peserta didik diusung diatas dan menjadi pusat dari kegiatan pendidikan dengan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan bottom-up. Pendekatan ini menempatkan kurikulum tidak langsung mendikte peserta didik, melainkan sampai kepada peserta didik hanya melalui penggarapan dan penjiwaan pendidik. Memang kurikulum dibuat dengan acuan kerangka dan pranata pedidikan seperti pendekatan top-down, namun kurikulum tidak langsung menjadi ujung tombak pendidikan, ujung tombaknya tetaplah peserta didik dalam artian pendidikan yang dibangun pun berdasarkan keadaan dan kebutuhan peserta didik. Dari segi sistemnya, pendidikan ini mempertemukan peserta didik dengan pendidik secara langsung, sementara kurikulum yang dibuat berdasarkan kerangka dan pranata pendidikan yang dibagung sesuai konteks keberadaan peserta didik. Pendidikan seperti itu yang kemudian kita kenal dengan pendidikan bersistem petani. Sebagaimana petani ketika menghadapi dan memperlakukan tanaman, ia tidak pernah menanam tanaman sebagaimana rumusan ilmu tanam-menanam. Agar tanamannya hidup dan berkembang, ia harus memperlakukan tanaman sesuai konteks kehidupannya dialam. Memaksa tanaman dengan rumus ilmu tanam-menanam yang belum tentu cocok dengan konteks alamnya, sama halnya dengan memaksa tanaman tumbuh pada ekosistem yang belum ramah yang mengakibatkan tanaman menjadi kerdil, kesulitan tumbuhnya atau bahkan mati tanpa buah. Dari segi metode, pendidikan seperti inilah yang kita kenal dengan pendidikan metode ayam, sebagaimana induk ayam memperlakukan anak-anaknya. Induk tidak pernah mendikte anak ayam agar setia, induk selalu ingin mendewasakan dan memandirikan anak-anaknya. Lihat saja bagaimana ia mengajari anak-anaknya mencari makan, mengkais-kais tanah dimana terdapat banyak makanan. Begitu anaknya mendekat, diberi contoh bagaimana menangkap makanan yakni dengan mematuknya, tetapi ketika menghadapi ancaman bahaya, induk ayam itu tidak justru membiarakan sikecil yang masih lemah meyabung hidup sendiri, ia akan galak dan tegar melindungi anak-anaknya. Pendidikan seperti inilah yang tentunya kita harapkan bisa terjadi, pendidikan yang bisa memberdayakan peserta didik tanpa mengurangi sedikitpun kreatifitas anak didik dalam berpikir, bereksploratif dan berkarya.

Pertanyaan pokoknya, Mau dibawa kemana pendidikan kita akan kedepannya ?

Untuk Tuhan, Bangsa, dan Almamater ……. MERDEKA !!!


Kamis, 09 Juli 2009

BANGSAKU, BANGKITLAH !!!

Saya selalu bertanya kepada Tuhan dalam setiap doa-doa saya setiap harinya

Mengapa Dia begitu baik memberikan bangsa ini dengan pantai, danau, gunung yang indah dengan segenap kekayaan yang ada didalamnya ?

Lalu pihak asing itu pun datang dan mengeruk semua kekayaan tersebut

Sementara kami diperbudak, disiksa, ditekan dan dibunuh tanpa alasan

Sungguh, sebenarnya saya ingin marah Tuhan

Mengapa Dia harus menempatkan semua itu dinegeri ini?

( Ungkapan tulus dan polos dari saudara kita yang hari ini berjuang hanya untuk sepiring nasi)

*) Semoga tulisan ini tidak berakhir menjadi sampah yang siap dibuang dan dibakar
Tapi menjadi suatu pemacu bagi kita untuk bisa berlari lebih cepat lagi dari keadaan sekarang

Sekilas Indonesia Belakangan Ini

Bangsa ini baru saja menjalani yang namanya Pemilihan Umum Presiden 2009 yang menandakan bahwa rakyat Indonesia telah diberikan hak politiknya secara langsung untuk memilih pemimpinnya, minimal untuk 5 tahun mendatang. Dari hasil quick count yang dilakukan beberapa lembaga survei pemilu Indonesia, memprediksikan bahwa pasangan calon SBY-Buediono telah menempati urutan yang pertama dengan total suara sekitar 60 % disusul oleh pasangan Mega-Prabowo dengan total suara sekitar 25 % dan JK-Wiranto dengan total suara sekitar 12 %. Dari hasil quick count tersebut kemudian menyiratkan kepada kita bahwa tidak akan adanya pemilu putaran kedua yang dikarenakan kemenangan mutlak diatas 50 % suara yang diraih pasangan SBY-Buediono. Ada hal yang mungkin menarik selama pemilu ini berlangsung, dimana ada pihak yang sangat antusias sekali terhadap keberjalan pemilu secara keseluruhan dan ada pula pihak yang kelihatannya sudah pasrah (cuek red) dikarenakan tidak adanya perubahan yang terjadi dari tahun-ketahun.

Terlepas dari pemilu yang baru saja berlangsung, baru-baru ini, tepatnya 5 hari sebelum pemilu tersiar kabar yang kurang mengenakkan dari seorang ibu rumah bernama dasty (50 tahun) di Celegon yang nekat mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri dikarenakan kesulitan memunuhi kebutuhan hidup. Sementara itu di Bogor, Abdul Majid (27 tahun) tewas membakar diri di kamar tidurnya dikarenakan telah lama tidak memiliki pekerjaan tetap. Selain itu pula, tepatnya 2 minggu yang lalu kita mendengar pula kabar perlakuan yang buruk terhadap saudara kita yang bekerja di negara tetangga, tepatnya di Negara Malaysia, dimana mereka diperlakukan persis layaknya budak, disiksa, dipukuli, disiram air panas, dsb. Bukan hanya sekali bukan kita telah mendengarkan kabar buruk ini, bahkan sudah terlalu sering sampai mungkin telah muak mendengar semua ini. Ya, kejadian ini hanyalah sebagian kecil yang telah terjadi di bangsa kita, lalu kalau kita mau bertanya kembali, sebenarnya kapan kita bisa mengakhiri semua itu dan kapan bangsa ini bisa benar-benar sejahtera sehingga tentunya kita tidak harus mendengar kembali adanya saudara kita yang harus mengakhiri hidupnya karena kemiskinan yang telah menghantui, pengganguran, penindasan, penjarahan, pembunuhan tanpa sebab, dsb. Selain itu pula, mungkinkah pemimpin yang lahir nantinya merupakan pemimpin yang mengerti betul atas permasalahan bangsa yang terjadi sekarang dan mungkinkah kemudian dia akan melakukan suatu perubahan-perubahan menuju cita-cita dan harapan akan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera?

Ironis Dari Indonesia Yang Kaya

Tidak ada yang bisa menyangkal bahwa negeri ini terlahir sebagai negeri yang kaya akan segala potensi alamnya, mulai dari perkebunan, pertanian, kehutanan, kelautan, tambang, mineral, minyak bumi, dsb. Semua ada di negeri ini yang bila dipikir-pikir secara logis lagi, tentunya negeri yang kaya dan makmur ini akan mendatangkan kesejahteraan bagi rakyatnya. Namun apa yang terjadi sekarang? Sungguh jauh dari harapan dan logika bukan? Laut kita begitu luas dan isinya melimpah, tapi tak membuat nelayan kita kaya, gas kita juga melimpah, tetapi pabrik pupuk kesulitan dalam mendapatkan gas, tanah kita begitu subur, dimana pertanian dan perkebunan berkembang dengan baik, tapi tak juga membuat petani kita makmur, dsb. Studi The Economist (2003) mencatat setidaknya ada 10 komoditas pertaniaan Indonesia yang menduduki peringkat 1-6 dunia, diantaranya beras, lada, kopi, cokelat, minyak sawit, karet dan biji-bijian. Pertanyaan mendasarnya, apakah petani dan pekebun 10 komoditas itu sejahtera? Tidak bukan, justru yang menikmati adalah pihak dan negara asing dan kita tidak menikmati apa-apa. Suatu tradegi yang sungguh mengkwatirkan, kita punya barang, tapi tidak juga bisa mendatagkan kesejahteraan..

Kita memang tidak pernah mau belajar dari bangsa lain yang sangat menghargai sekecil apapun potensi alamnya yang dimilikinya dengan segala kekurangannya, tapi mampu membuat negaranya menjadi negara yang maju, makmur dan sejahtera. Sebut saja negara tetangga kita, Singapura negara yang kecil dan tidak memiliki apa-apa tapi mampu membuat negaranya menjadi salah satu negara yang disegani di dunia internasional. Alam memungkinkan bangsa ini menjadi negara penghasil kopi robusta terbesar kedua di dunia setelah Vietnam, negara produsen kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana, pengekspor minyak sawit mentah terbesar di dunia mengalahkan Malaysia, dsb tapi mengapa kita tidak makmur dan sejahtera juga, minimal petani dan pekebun kita yang memproduksi hasil pertanian dan perkebunan tadi. Ironis sungguh benar-benar ironis, bahkan kita harus menelan kepahitan yang begitu mendalam bahwa hampir sebagian besar komuditas unggulan kita tadi tidak lagi menjadi milik bangsa ini, tetapi sudah menjadi milik pihak asing yang dengan mudahnya mereka mengeruk semua keuntungan sementara kita hanya bisa penonton dan ampas-ampas dari sisa produksi yang dihasilkan.

Sementara itu pula, Bangganya bangsa ini dengan mengirimkan puluhan ribuan bahkan jutaan tenaga kerja kenegara-negara lain hanya untuk memperoleh devisa negara yang besarnya sekitar 2,4 miliar pertahun. Cukup besar memang untuk menambah kocek devisa negara, tapi jika dilihat dari jumlah tenaga kerjanya, tentu sangat tidak seimbang dengan orang asing yang bekerja di Indonesia yang jumlahnya hanya ribuan tapi menghasilkan devisa dua kali lebih besar. Kenapa? Karena yang kita kirim adalah para pekerja yang hanya mengandalkan kekuatan fisik, yang dalam kamus besar bahasa Indonesia, orang-orang tersebut tanpa mengurangi rasa hormat saya pada keberanian para TKI kita tersebut, dinamakan kuli atau kasarnya lagi babu. Yang menjadi pertanyaan lagi, apakah memang sudah tidak ada lagi tempat untuk anak bangsa ini bisa memenuhi kehidupannya, berkarya, dan bekerja? Lalu apa maksud dari negeri yang kaya tadi? Apakah itu hanya sebuah dongeng belaka yang diagung-agungkan oleh leluhur kita terdahulu? Sekali lagi, sungguh menyedihkan !!!

Lalu Apa Penyebabnya ?

Hilangnya kedaulatan atas negeri kita sendiri ini berawal dari utang yang telah terbangun dari pemerintahan terdahulu. Kondisi ini berakar dan berawal sejak Indonesia memilih utang sebagai strategi pembangunan. Utang luar negeri ini telah menciptakan beban finasial yang demikian berat. Beban finasial ini telah dimulai sejak pemerintah berkomitmen terhadap sebuah perjanjian utang, dimana pemerintah diwajibkan membanyar commitment fee, asuransi, dan bunga segera setelah pinjaman tersebut dicairkan. Hal ini tentunya membenani APBN kita untuk menyediakan dana pendamping, dimana semakin banyaknya kegitaan pembangunan yang didanai dengan utang luar negeri, semakin banyak pula dana APBN yang harus dialokasikan sebagai dana pendamping utang.

Beban finasial yang harus ditanggung negara akibat utang pada dasarnya tidak seberapa bila dibandingkan dengan pengorbanan kedaulatan yang telah kita lakukan sebagai konsekuensi dari berbagai persyaratan utang yang mengantarkan bangsa ini kembali menjadi negeri jajahan yang eksistensinya lebih melayani pihak asing. Ironisnya, agar pengerukan kekayaan alam bangsa ini dapat dilakukan secara leluasa, konstitusipun akhirnya dimanupulasi. Sebagai contoh adalah utang kita terhadap IMF, dimana setidaknya kita harus menyetujui lebih kurang 130 prasyarat yang diajukan IMF, diantaranya adalah pencabutan subsidi, privatisasi berbagai pelayanan public penyerahan kedaulatan negara dalam pengelolahan bumi, air dan kekayaan alam pada korporasi. Hal ini tentu mempermudah bagi para agen asing untuk menjual dan maraut untung yang sebesar-besarnya dari bangsa yang kaya ini. Kemakmuran dan kesejahteraan, karenanya tidak lagi menjadi hak rakyat. Rakyat cukup hanya diberikan BLT, rasin, subsidi, dan berbagai bantuan yang sifatnya sedekah.

Kalau saja kita bisa mengelolah kekayaan kita sendiri, tentunya tidak ada yang namanya subsidi bukan? Karena semua sudah sangat jelas tertuang dalam konstitusi, bahwa rakyat punya hak lebih dari hanya sekedar subsidi karena hak rakyat adalah mendapatkan kesejahteraan dan kewajiban negara adalah mewujudkan amanah tersebut. Sedikit Informasi, data dari Dewan Perubahan Nasional menyebutkan setidaknya sampai tahun 2007, sedikitnya 38,78 juta hektar hutan kita telah dikuasai korporasi pemengang HPH, sedikitnya 65 % kayu hasil pembalakan hutan dijual kepada pihak asing, selain itu sekitar 35 % daratan kita dikuasai 1.400-an korporasi pertambangan dan banyak lagi yang bila kita ungkapkan hanya akan menambah kesakitan dan kepahitan di hati dan pikiran kita.

Selamatkan Indonesia Sekarang Juga

Itulah ungkapan yang harusnya terlintas dalam pikiran dan benak kita bersama karena sadarlah wahai saudaraku, khususnya Anda sekalian yang berada dipucuk pemerintahan, sudah terlalu lama tentunya kita semua terperangkap dengan kondisi yang bisa dikatakan sungguh tidak manusiawi ini. Sudah terlalu banyak pula saudara-saudara kita yang harus menanggung segala kepahitan hidup sampai-sampai harus kehilangan nyawanya akibat kondisi yang tidak memihak dan mendatangkan kesejahteraan ini. Bagaimanupun perlu adanya suatu perbaikan atas kondisi yang terjadi sekarang, setidaknya kita dapat memulai dari pemerintahan yang akan lahir dan memimpin bangsa kedepannya. Disamping itu, perlu adanya perbaikan dan manegemen kembali mulai dari sistem pemerintahan, sistem perekonomian, dan pengolahan aset-aset penting negara khususnya yang menguasai kehidupan orang banyak. Jangan sampai kita terperangkap dan tergiur dari iming-iming utang yang diberikan oleh negara lain yang pada akhirnya justru mengambil kedaulatan negara kita sendiri. Bila rezim dan paradigma utang tidak segera diakhiri dan ditinggalkan, maka bangsa ini akan terus dijadikan negeri jajahan oleh kekuatan asing dan para agen-agennya. Pertanyaannya kemudian, mampukah kita ? tentu kita mampu, bila bangsa ini bisa mandiri didukung atas usaha dan kerja keras, pasti akan lebih mendatangkan kemakmuran dan kesejahteraan yang lebih baik dan yang penting juga, jangan pernah melupakan sejarah perjalanan bangsa yang begitu pahit tersebut.

Semoga bangsa ini kedepan akan kembali menjadi bangsa yang lebih sejahtera, kuat, dan bermartabat…………………… MERDEKA !!!

Martua Hasiholan Bancin
Menteri Pendidikan dan Keilmuan Kabinet KM ITB 2009-2010/ PJ Satgas Pemilu RI 2009 KM ITB
Urban and City Planning 2006
Institut Teknologi Bandung
hollan_stop@yahoo.com
http://hollanbancin.blogspot.com
081314697728

Minggu, 05 Juli 2009

Detik-Detik Menjelang Pemilu Presiden RI 2009

Pemilu Presiden RI 2009 sekarang hanya tinggal menunggu waktu, dimana dalam tiga hari lagi (semenjak tulisan ini dibuat tentunya) bangsa ini akan diberi kesempatan untuk menentukan pemimpinnya dalam kurun waktu 5 tahun yang akan mendatang. Namun, sungguh disayangkan sekali waktu yang sudah singkat ini rupanya masih banyak ditemui segala bentuk kekurangan dan permasalahan-permasalahan klasik terkait pemilu yang akan dilakukan yang akhirnya mengundang pertanyaan, apakah bangsa ini sudah benar-benar siap untuk melakukan pemilihan tanggal 8 Juli ini?
Segala bentuk pro dan kontra pun akhirnya meluncur, dimana pihak yang pro yang dalam hal ini datang dari KPU sebagai pihak penyelenggara yang tetap bertekat untuk mengadakan pemilihan pada tanggal tersebut. Hal ini dilatarbelakangi atas semua upaya dan usaha yang sudah dilakukan KPU selama ini, mulai dari sosialiasi, distribusi logistik yang sudah dilakukan, dan pemastian kembali DPT. Nah berbeda pula dengan pihak yang kontra yang banyak datang dari sebagian partai politik, tim sukses pasangan calon, khususnya pasangan calon Mega-Pro dan JK-Win, kalangan survei dan pengamat yang mengutarakan untuk lebih dahulu menyelesaikan permasahan-permasalahan yang terjadi sebelum akhirnya bangsa ini masuk kedalam tahap pemilihan. Perdebatan pro dan kontra inipun lebih menitikberatkan pada kisruhnya DPT yang didapati kalangan yang kontra, disamping adanya permasalahan lain terkait keindependenan KPU itu sendiri. Ditemukannya jutaan hak suara masyarakat yang harus hilang dikarekan belum terdaftar di DPT, dimana kemudian hal ini diperkuat dengan adanya pertemuan antara pasangan JK-Win dan Mega-Pro dengan pengurus muhammadiyah di kartor pusat muhammadyiah di jalan menteng, Jakarta pada hari minggu, 5 juli 2009 yang menghasilkan untuk menghimbau kembali KPU secara cermat dalam pengecekan DPT, mulai dari masyarakat yang belum terdaftar sampai permasalahan DPT fiktif (masyarakat memiliki hak suara lebih dari 1 kali).
Ya, bagaimanapun harus kita sadari bersama, demokrasi yang kita anut dan bangun adalah demokrasi yang mengedepankan hak rakyat, dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dari sini sangatlah jelas, bahwa rakyatlah berdaulat atas nasib bangsanya kedepan dan tidak ada satu alasan untuk menghalangi-menghalangi hak tersebut. Apabila fakta ini benar, bahwa jutaan rakyat Indonesia belum terdaftar di pemilu presiden kali ini (karena data dari kpu sangat berbeda dari pengamatan yang dilakukan oleh pihak yang kontra), maka saya pun berpendapat bahwa memang perlu segera ada perbaikan untuk kasus DPT ini dan apabila hal ini tidak bisa diselesaikan sebelum tanggal 8 juli ini, mungkin ada baiknya kita meninjau ulang kembali pemilu yang akan dilakukan pada tanggal tersebut. Hal ini menjadi sangat kursial, sensitif dan tidak main-main yang efeknya akan mempengaruhi pada kualiatas hasil pemilu yang akan dihasilkan dimana kita semua tentunya berharap, bahwa pemimpin yang akan dihasilkan dalam pemilu ini merupakan pemimpin yang benar-benar berasal dari legitimasi rakyat yang berdaulat. Selain itu juga, kita juga menghindari segala bentuk negative yang akan terjadi akibat permasalahan DPT yang terjadi bila tidak ditangani dengan baik, mulai dari kericuhan, penjarahan, ketidakpusaan,dsb yang bisa menggangu kestabilan keamanan bangsa kita kedepannya.
Semoga permasalahan ini dapat segera diselesaikan secara cepat dan baik oleh KPU sebagai penyelenggara dan tentunya kita semua masih berharap bahwa tanggal 8 juli bangsa ini dapat melakukan pemilihan dalam memilih pemimpinya secara aman, bersih, dan terkendali.



TERTUJU UNTUK TANGGAL 8 JULI 2009
(Saatnya Berpikir Logis Dalam Memilih Pemimpin Indonesia Yang Lebih Baik)

Kalau boleh jujur, seandainya pasangan SBY-JK ini bisa dipertahankan maka saya cenderung untuk memilih pasangan ini untuk memimpin bangsa Indonesia untuk kedua kalinya. Namun sekarang kita semua dihadapkan pada tiga pilihan pasangan calon, yaitu pasangan Mega-Pro, SBY-Buediono, dan JK-Win. Dari ketiga pasangan calon ini tentulah punya potensi dan kekurangannya masing-masing yang pada akhirnya menuntut kita untuk lebih kritis lagi dalam menilai pasangan mana yang benar-benar layak dan siap untuk memimpin bangsa ini kedepannya, minimal untuk 5 tahun mendatang.

Bangsa ini tentunya terus berharap akan adanya perubahan menuju yang namanya “Sejahtera”, dimana bila kita coba kembalikan kekonstusi negara kita yang dengan jelas mengatakan bahwa hak rakyat sebenarnya adalah mendapatkan kesejahteran dan kewajiban negara adalah mewujudkan hal tersebut. Secara sederhana, asumsi seseorang dikatakan sejahtera adalah dengan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar dari orang itu tersebut, baik kebutuhan fisik maupun nonfisik, lalu yang menjadi pertanyaan bagaimana dengan realitanya dan apakah cukup sampai situ saja? Ya, jawabanya pasti kita semua sepakat bahwa masih banyak yang harus diperjuangkan dan diperbaiki untuk bangsa ini kedepannya.

Tanggal 8 juli ini yang tinggal menghitung hari ini, secara sadar atau tidak bangsa ini akan dihadapkan pada suatu pilihan, pilihan yang sangat dilematis, dimana kita semua dihadapkan pada ketiga calon pemimpin bangsa yang bila terpilih akan memimpin bangsa ini dalam 5 tahun mendatang. Hal ini tentunya menjadi sesuatu yang sangat krusial bagi bangsa yang mencoba beranjak dari segala keterpurukan yang sedang ditimpanya dengan berharap akan lahirnya seorang pemimpin yang benar-benar bisa memberikan harapan akan perubahan bangsa kearah yang lebih baik. Seperti yang saya katakan sebelumnya, seandainya pasangan SBY-JK bisa dipertahankan, maka saya akan cenderung untuk mempertahankan pasangan ini memimpin bangsa ini untuk kedua kalinya. Mengapa saya mengatakan begitu? Semuanya bukan tanpa alasan, karena menurut pengamatan saya, perubahan-perubahan bangsa yang diharapkan itu sebenarnya sedang bekerja, dimana dalam kurun waktu 5 tahun terakhir ini, keamanan kita lebih baik, pemerintahan berjalan relative lebih lancar (waulaupun belum efektif karena birokrasi yang masih berbelit-belit), budaya korupsi yang gencar-gencarnya dihilangkan ditambah dengan penangkapan para koruptor, perekonomian yang beranjak stabil, pembukaan lapangan pekerjaan, dan berkembangnya faset-faset demokrasi yang lebih baik pula. Tentu hal semua ini patut kita syukurin, dimana tekat yang dikemukakan SBY-JK ketika pemilu 2004 silam itu benar-benar ditunjukkan dengan segala upaya dan usaha. Lalu bagaimana dengan kekurangannya? Ya, semua orangpun tidak ada yang bisa menyangkal, masih banyak ditemui kekurangan-kekurangan, mulai dari masih tingginya penggangguran yang merembes pada kemiskinan, masalah kesehatan, pendidikan, dsb, tapi saya mengatakan semua itu sebenarnya dalam proses perbaikan karena tentunya semua itu bukanlah suatu proses yang mudah dan cepat, dimana diperlukan suatu upaya, usaha dan perjuangan yana panjang agar benar-benar membawa suatu perubahan yang baik pula. Yang menjadi pertanyaan penting sebenarnya, sudah dimana posisi bangsa ini sekarang menuju yang namanya “sejahtera” dan apa yang mesti dilakukan untuk 5 tahun mendatang? Inilah tentunya yang akan menjadi tantangan bagi pemimpin Indonesia kedepan.

Analisis singkat calon pemimpin Indonesia

Dari ketiga pasangan calon yang hadir sekarang, setidaknya saya menemukan suatu perbedaan mendasar yang akan menjadi salah penentu kesimpulan saya nantinya dalam menentukan siapa sekiranya yang benar-benar layak untuk memimpin bangsa ini kedepannya.
Ya, saya mencoba memaparin sedikit pandangan saya dari ketiga calon pasangan yang ada. Untuk pasangan calon Mega-Pro,yang menjadi dasar pasangan ini sangat bertumpuh pada sosok figure ayahanda megawati yaitu “Bung Karno”. Sejak terjun didunia politik, saya bisa mengatakan bahwa itulah modal pokok politik dari megawati dan atas dasar itupulah kemudian dia terus diusung oleh para pendukungnya, begitu juga dengan prabowo yang sangat mengidolakan sosok soekarno ini ditambah dengan pengklaiman permadi (Anggota DPR 2004-2009) yang melihat bahwa sosok “Bung Karno” ada pada dirinya. Hal ini juga tampak dalam kehidupan prabowo, dimana pakaian yang selalu dikenakannya memakai pakaian pantalon model 1950-an yang kerap dipakai oleh Bung Karno, khususnya pada momen proklamasi. Hal ini tentunya bukanlah sesuatu yang salah, namun kalau boleh jujur saya agak sedikit kuatir dengan pasangan ini bila terpilih nantinya, dimana saya belum melihat akan adanya suatu perubahan yang dibawa oleh pasangan ini, justru malah yang saya sangat kwatirkan adalah kembalinya kembali Indonesia kezaman yang dulu. Hal ini sangatlah benar-benar keliru bila kita harus kembali keera zaman dulu karena setahu sayapun cita-cita dari pendiri bangsa ini adalah membawa bangsa ini kearah yang lebih baik dari keadaan yang sebelum-sebelumnya, dengan catatan tidak akan pernah melupakan sejarah perjuangan yang telah dilalui. Hal ini kemudian terlihat dari kampanye yang dilakukan pasangan ini yang sering sekali menghasratkan untuk mendekritkan Indonesia “kembali ke UUD 1945 yang asli”. Dalam konteks politik, amandemen yang terjadi tentunya dipandang salah proses demokrasi yang sangat mahal yang telah terjadi di bangsa ini, dimana amandemen itu terjadi atas kesadaran bahwa pada hakikatnya UUD 1945 itu telah membawa tragedi besar bagi bangsa kita dua kali berturut-turut, masing-masing 1965-1966 dan 1998-2001. Selain itu yang perlu disadari juga adalah kondisi Indonesia pasca-Soharto dengan pasca-Demokrasi terpimpin adalah kondisi yang sangat jauh berbeda tentunya dengan berbagai tantangan-tantangan yang berbeda-beda pula tentunya.
Lain pula dengan pasangan SBY-Boediono yang lebih mengkedepankan pada kesantunan dan kehati-hatian yang sudah melekat dan terbangun pada sosok SBY selama 5 tahun ini. Hal ini tampaknya cukup dihargai oleh masyarakat Indonesia yang lebih mengkedepankan pola santun tersebut yang akhirnya membawa SBY selalu tampil pantas dan menyejukkan dan ini tentunya yang selalu diekspos menjadi modal dalam kampanye SBY-Buediono. Begitu juga Boediono, Mantan Menko Perekonomian dan Gebernur BI ini selalu bersikap santun dan berhati-hati sama dengan SBY, sama –sama santun tapi menurut saya justru tidak saling melengkapi, seperti pemerintahan SBY-JK sekarang. Bagaimanapun dalam memerintah, kehati-hatian sangatlah penting, namun menurut saya yang lebih penting lagi adalah keberanian dalam mengambil keputusan tanpa banyak mengulur waktu. Hal inilah yang tidak dimiliki oleh kedua calon pemimpin ini, yang justru kedua-keduanya bisa dikatakan sangat lambat dalam pengambilan suatu keputusan. Dalam ranah politik, yang menjadi penghadang bagi pasangan ini bila terpilih adalah pembesaran defisit nyali eksekutif dalam menjalankan roda pemerintahan dengan segala bentuk tantangan dan hambatan yang akan terjadi. Belajar dari 5 tahun pemerintahan SBY-JK ini, hal ini defisit demikian juga banyak dipertanyakan mengenai keberanian eksekutif untuk memberikan suatu terobosan-terobosan baru atas tantangan tersebut, dan hal ini kemudian bisa ditutupi oleh kesigapan, kecepatan, dan keberanian JK dalam melengkapi kekurangan SBY tersebut.
Nah, Berbeda pula dengan pasangan JK-Win, dimana modal politik dari JK adalah keterbukaan, keberanian dan kecepatan dalam membaca situasi serta berani mengambil keputusan secara cepat. JK terlihat dengan sosoknya yang begitu optimis dan kepercayaan diri yang cukup tinggi yang membuat dirinya diisukan sebagai ” the real president” Indonesia ketimbang SBY. Sebagai pendampingnya, Wiranto adalah figur yang rendah hati, tidak gegabah, dan memiliki semangat-semangat perjuangan yang tinggi bagi bangsa Indonesia ini yang menurut saya sosok ini sangatlah cocok serta aset penting mendampingi JK apabila pasangan ini terpilih untuk memimpin bangsa kedepan karena adanya saling melengkapi antara yang satu dengan yang lainnya. Walaupun demikian, kita harus tetap jeli permasalahan bangsa ini cukuplah kompleks, sehingga benar-benar dibutuhkan suatu pemikiran yang benar-benar matang agar penyelesaiannya pun tidak hanya sekedar pemanis saja.

Memahami Sekilas Realitas Bangsa Sekarang

Bagaimanapun semuanya harus dikembalikan pada realitas bangsa kita sekarang. Tidak ada yang bisa menyangkal, kita masih jauh dari keadaan yang diharapkan, namun seperti yang saya katakan sebelumnya harapan itu bukan tidak bisa terwujud bagi bangsa yang besar dan kaya ini, asal bangsa ini mau bekerja keras lagi dan tentunya harapan bagi pemimpin yang akan lahir nantinya adalah pemimpin yang benar-benar punya tekat, usaha, dan upaya yang lebih keras lagi dalam membangun bangsa ini kedepannya. Pondasi yang telah dibangun oleh pemimpin bangsa terdahulu wajiblah menjadi suatu pembelajaran bagi pemimpin bangsa ini kedepannya, khususnya pondasi yang telah ada diperintahan SBY-JK. Bangsa ini, khususnya semenjak krisis 1998 ibarat seperti orang yang mempunyai penyakit yang sangat mengkwatirkan, bahkan bisa dikatakan orang yang hampir mati dan parahnya lagi, dengan keadaannya yang mengkwatirkan tersebut, dia dituntut untuk bisa berlari dengan cepat bersama dengan negara-negara lain yang pada akhirnya bangsa ini harus pasrah dan menelan segala kepahitan yang terjadi di bangsa yang cukup dipuja-puja dengan kekayaan alamnya ini. Perjuangan panjang untuk mengobati rasa sakit dan pahit itu telah diupayakan kurun hampir 11 tahun setelah reformasi yang dilakukan. Perjuangan akan kembalinya Indonesia yang lebih demokratis, penjaminan akan segala bentuk hak warga negara, keberjalanan pemerintahan yang efektif, efesien dan memihak kepada rakyat kecil ketimbang pihak asing,dsb adalah perbaikan-perbaikan yang sampai sekarang menjadi cita-cita dan harapan dari setiap anak bangsa ini. Namun, sekali lagi saya tekankan bahwa kita ternyata belum mampu untuk bisa meraih yang dicita-citakan tersebut. Kemiskinan masih sangat tinggi, kalau saya tidak salah hampir 60% rakyat kita masih hidup digaris kemiskinan, pendidikan yang begitu tinggi sehingga banyak masyarakat yang tidak bisa menikmati pendidikan tersebut, terlihat masih banyaknya yang tidak bisa membaca dan menulis, belum lagi masalah pengganguran yang tidak pernah tuntas, utang luar negeri kita yang semakin meninggi, bahkan sekarang ini merupakan yang tertinggi dari tahun-tahun sebelumnya, hampir 400 triliun dibanding tahun sebelumnya, aset-aset penting negara yang menguasahai hajat hidup orang banyak yang dikuasai oleh pihak asing, dsb. Dan diatas semua itu, kunci pokok untuk bisa mendatangkan perubahan tersebut dibutuhkan seorang pemimpin yang benar-benar matang, energik, cekatan dan stategik serta memihak kepada kepentingan rakyat Indonesia

Kesimpulan

Dari pemaparan analisis singkat calon pemimpin Indonesia dan realitas bangsa sekarang, saya merasa nyakin bangsa ini akan lebih baik apabila dipimpin oleh seorang pemimpin yang benar-benar punya keberanian dalam mengambil keputusan tanpa harus banyak mengulur-ulur waktu. Sudah terlalu lama bangsa ini menunggu harapan-harapan akan perubahan itu dan tidak ada satu alasanpun kita harus menunda kembali terwujudnya harapan tersebut karena alasan pertimbangan ini, itu, dsb. Ini bisa dilakukan apabila dilakukan dengan terobosan dan alternative yang baru dengan transformasi yang cepat, efektif dan efisien. Yang harus tetap disadari, walaupun begitu bagusnya program yang dibuat dan dirancang namun tidak diikuti dengan tindakan yang cepat dalam pengambilan keputusan dengan segala bentuk kematangan akan segala dampak yang bisa ditimbulkan, bisa dikatakan pekerjaan itu semua itu hanyalah sia-sia belaka. Sama seperti kata orang bijak, lebih baik jika seseorang lebih cepat dalam mengambil keputusan walupun pada akhirnya salah, karena apabila dia salah, setidaknya dia mempunyai peluang untuk memperbaiki kearah yang lebih baik dan benar dibandingkan dengan orang yang lambat dalam mengambil keputusan walupun hasilnya kemudian benar, kalau kemudian itu benar, tapi bagaimana kalau itupun salah.
Dengan satu harapan, akan adanya perubahan Indonesia yang lebih baik dan satu ajakan dari saya marilah kita bersama-sama memilih calon pemimpin bangsa kita kedepan dengan suatu pemikiran yang logis dan rasional untuk menilai siapa pemimpin yang layak untuk Indonesia, minimal untuk 5 tahun mendatang.

Semoga bangsa ini kedepan akan kembali menjadi bangsa yang lebih sejahtera, kuat, dan bermartabat…………………… MERDEKA !!!