Kamis, 09 Juli 2009

BANGSAKU, BANGKITLAH !!!

Saya selalu bertanya kepada Tuhan dalam setiap doa-doa saya setiap harinya

Mengapa Dia begitu baik memberikan bangsa ini dengan pantai, danau, gunung yang indah dengan segenap kekayaan yang ada didalamnya ?

Lalu pihak asing itu pun datang dan mengeruk semua kekayaan tersebut

Sementara kami diperbudak, disiksa, ditekan dan dibunuh tanpa alasan

Sungguh, sebenarnya saya ingin marah Tuhan

Mengapa Dia harus menempatkan semua itu dinegeri ini?

( Ungkapan tulus dan polos dari saudara kita yang hari ini berjuang hanya untuk sepiring nasi)

*) Semoga tulisan ini tidak berakhir menjadi sampah yang siap dibuang dan dibakar
Tapi menjadi suatu pemacu bagi kita untuk bisa berlari lebih cepat lagi dari keadaan sekarang

Sekilas Indonesia Belakangan Ini

Bangsa ini baru saja menjalani yang namanya Pemilihan Umum Presiden 2009 yang menandakan bahwa rakyat Indonesia telah diberikan hak politiknya secara langsung untuk memilih pemimpinnya, minimal untuk 5 tahun mendatang. Dari hasil quick count yang dilakukan beberapa lembaga survei pemilu Indonesia, memprediksikan bahwa pasangan calon SBY-Buediono telah menempati urutan yang pertama dengan total suara sekitar 60 % disusul oleh pasangan Mega-Prabowo dengan total suara sekitar 25 % dan JK-Wiranto dengan total suara sekitar 12 %. Dari hasil quick count tersebut kemudian menyiratkan kepada kita bahwa tidak akan adanya pemilu putaran kedua yang dikarenakan kemenangan mutlak diatas 50 % suara yang diraih pasangan SBY-Buediono. Ada hal yang mungkin menarik selama pemilu ini berlangsung, dimana ada pihak yang sangat antusias sekali terhadap keberjalan pemilu secara keseluruhan dan ada pula pihak yang kelihatannya sudah pasrah (cuek red) dikarenakan tidak adanya perubahan yang terjadi dari tahun-ketahun.

Terlepas dari pemilu yang baru saja berlangsung, baru-baru ini, tepatnya 5 hari sebelum pemilu tersiar kabar yang kurang mengenakkan dari seorang ibu rumah bernama dasty (50 tahun) di Celegon yang nekat mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri dikarenakan kesulitan memunuhi kebutuhan hidup. Sementara itu di Bogor, Abdul Majid (27 tahun) tewas membakar diri di kamar tidurnya dikarenakan telah lama tidak memiliki pekerjaan tetap. Selain itu pula, tepatnya 2 minggu yang lalu kita mendengar pula kabar perlakuan yang buruk terhadap saudara kita yang bekerja di negara tetangga, tepatnya di Negara Malaysia, dimana mereka diperlakukan persis layaknya budak, disiksa, dipukuli, disiram air panas, dsb. Bukan hanya sekali bukan kita telah mendengarkan kabar buruk ini, bahkan sudah terlalu sering sampai mungkin telah muak mendengar semua ini. Ya, kejadian ini hanyalah sebagian kecil yang telah terjadi di bangsa kita, lalu kalau kita mau bertanya kembali, sebenarnya kapan kita bisa mengakhiri semua itu dan kapan bangsa ini bisa benar-benar sejahtera sehingga tentunya kita tidak harus mendengar kembali adanya saudara kita yang harus mengakhiri hidupnya karena kemiskinan yang telah menghantui, pengganguran, penindasan, penjarahan, pembunuhan tanpa sebab, dsb. Selain itu pula, mungkinkah pemimpin yang lahir nantinya merupakan pemimpin yang mengerti betul atas permasalahan bangsa yang terjadi sekarang dan mungkinkah kemudian dia akan melakukan suatu perubahan-perubahan menuju cita-cita dan harapan akan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera?

Ironis Dari Indonesia Yang Kaya

Tidak ada yang bisa menyangkal bahwa negeri ini terlahir sebagai negeri yang kaya akan segala potensi alamnya, mulai dari perkebunan, pertanian, kehutanan, kelautan, tambang, mineral, minyak bumi, dsb. Semua ada di negeri ini yang bila dipikir-pikir secara logis lagi, tentunya negeri yang kaya dan makmur ini akan mendatangkan kesejahteraan bagi rakyatnya. Namun apa yang terjadi sekarang? Sungguh jauh dari harapan dan logika bukan? Laut kita begitu luas dan isinya melimpah, tapi tak membuat nelayan kita kaya, gas kita juga melimpah, tetapi pabrik pupuk kesulitan dalam mendapatkan gas, tanah kita begitu subur, dimana pertanian dan perkebunan berkembang dengan baik, tapi tak juga membuat petani kita makmur, dsb. Studi The Economist (2003) mencatat setidaknya ada 10 komoditas pertaniaan Indonesia yang menduduki peringkat 1-6 dunia, diantaranya beras, lada, kopi, cokelat, minyak sawit, karet dan biji-bijian. Pertanyaan mendasarnya, apakah petani dan pekebun 10 komoditas itu sejahtera? Tidak bukan, justru yang menikmati adalah pihak dan negara asing dan kita tidak menikmati apa-apa. Suatu tradegi yang sungguh mengkwatirkan, kita punya barang, tapi tidak juga bisa mendatagkan kesejahteraan..

Kita memang tidak pernah mau belajar dari bangsa lain yang sangat menghargai sekecil apapun potensi alamnya yang dimilikinya dengan segala kekurangannya, tapi mampu membuat negaranya menjadi negara yang maju, makmur dan sejahtera. Sebut saja negara tetangga kita, Singapura negara yang kecil dan tidak memiliki apa-apa tapi mampu membuat negaranya menjadi salah satu negara yang disegani di dunia internasional. Alam memungkinkan bangsa ini menjadi negara penghasil kopi robusta terbesar kedua di dunia setelah Vietnam, negara produsen kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana, pengekspor minyak sawit mentah terbesar di dunia mengalahkan Malaysia, dsb tapi mengapa kita tidak makmur dan sejahtera juga, minimal petani dan pekebun kita yang memproduksi hasil pertanian dan perkebunan tadi. Ironis sungguh benar-benar ironis, bahkan kita harus menelan kepahitan yang begitu mendalam bahwa hampir sebagian besar komuditas unggulan kita tadi tidak lagi menjadi milik bangsa ini, tetapi sudah menjadi milik pihak asing yang dengan mudahnya mereka mengeruk semua keuntungan sementara kita hanya bisa penonton dan ampas-ampas dari sisa produksi yang dihasilkan.

Sementara itu pula, Bangganya bangsa ini dengan mengirimkan puluhan ribuan bahkan jutaan tenaga kerja kenegara-negara lain hanya untuk memperoleh devisa negara yang besarnya sekitar 2,4 miliar pertahun. Cukup besar memang untuk menambah kocek devisa negara, tapi jika dilihat dari jumlah tenaga kerjanya, tentu sangat tidak seimbang dengan orang asing yang bekerja di Indonesia yang jumlahnya hanya ribuan tapi menghasilkan devisa dua kali lebih besar. Kenapa? Karena yang kita kirim adalah para pekerja yang hanya mengandalkan kekuatan fisik, yang dalam kamus besar bahasa Indonesia, orang-orang tersebut tanpa mengurangi rasa hormat saya pada keberanian para TKI kita tersebut, dinamakan kuli atau kasarnya lagi babu. Yang menjadi pertanyaan lagi, apakah memang sudah tidak ada lagi tempat untuk anak bangsa ini bisa memenuhi kehidupannya, berkarya, dan bekerja? Lalu apa maksud dari negeri yang kaya tadi? Apakah itu hanya sebuah dongeng belaka yang diagung-agungkan oleh leluhur kita terdahulu? Sekali lagi, sungguh menyedihkan !!!

Lalu Apa Penyebabnya ?

Hilangnya kedaulatan atas negeri kita sendiri ini berawal dari utang yang telah terbangun dari pemerintahan terdahulu. Kondisi ini berakar dan berawal sejak Indonesia memilih utang sebagai strategi pembangunan. Utang luar negeri ini telah menciptakan beban finasial yang demikian berat. Beban finasial ini telah dimulai sejak pemerintah berkomitmen terhadap sebuah perjanjian utang, dimana pemerintah diwajibkan membanyar commitment fee, asuransi, dan bunga segera setelah pinjaman tersebut dicairkan. Hal ini tentunya membenani APBN kita untuk menyediakan dana pendamping, dimana semakin banyaknya kegitaan pembangunan yang didanai dengan utang luar negeri, semakin banyak pula dana APBN yang harus dialokasikan sebagai dana pendamping utang.

Beban finasial yang harus ditanggung negara akibat utang pada dasarnya tidak seberapa bila dibandingkan dengan pengorbanan kedaulatan yang telah kita lakukan sebagai konsekuensi dari berbagai persyaratan utang yang mengantarkan bangsa ini kembali menjadi negeri jajahan yang eksistensinya lebih melayani pihak asing. Ironisnya, agar pengerukan kekayaan alam bangsa ini dapat dilakukan secara leluasa, konstitusipun akhirnya dimanupulasi. Sebagai contoh adalah utang kita terhadap IMF, dimana setidaknya kita harus menyetujui lebih kurang 130 prasyarat yang diajukan IMF, diantaranya adalah pencabutan subsidi, privatisasi berbagai pelayanan public penyerahan kedaulatan negara dalam pengelolahan bumi, air dan kekayaan alam pada korporasi. Hal ini tentu mempermudah bagi para agen asing untuk menjual dan maraut untung yang sebesar-besarnya dari bangsa yang kaya ini. Kemakmuran dan kesejahteraan, karenanya tidak lagi menjadi hak rakyat. Rakyat cukup hanya diberikan BLT, rasin, subsidi, dan berbagai bantuan yang sifatnya sedekah.

Kalau saja kita bisa mengelolah kekayaan kita sendiri, tentunya tidak ada yang namanya subsidi bukan? Karena semua sudah sangat jelas tertuang dalam konstitusi, bahwa rakyat punya hak lebih dari hanya sekedar subsidi karena hak rakyat adalah mendapatkan kesejahteraan dan kewajiban negara adalah mewujudkan amanah tersebut. Sedikit Informasi, data dari Dewan Perubahan Nasional menyebutkan setidaknya sampai tahun 2007, sedikitnya 38,78 juta hektar hutan kita telah dikuasai korporasi pemengang HPH, sedikitnya 65 % kayu hasil pembalakan hutan dijual kepada pihak asing, selain itu sekitar 35 % daratan kita dikuasai 1.400-an korporasi pertambangan dan banyak lagi yang bila kita ungkapkan hanya akan menambah kesakitan dan kepahitan di hati dan pikiran kita.

Selamatkan Indonesia Sekarang Juga

Itulah ungkapan yang harusnya terlintas dalam pikiran dan benak kita bersama karena sadarlah wahai saudaraku, khususnya Anda sekalian yang berada dipucuk pemerintahan, sudah terlalu lama tentunya kita semua terperangkap dengan kondisi yang bisa dikatakan sungguh tidak manusiawi ini. Sudah terlalu banyak pula saudara-saudara kita yang harus menanggung segala kepahitan hidup sampai-sampai harus kehilangan nyawanya akibat kondisi yang tidak memihak dan mendatangkan kesejahteraan ini. Bagaimanupun perlu adanya suatu perbaikan atas kondisi yang terjadi sekarang, setidaknya kita dapat memulai dari pemerintahan yang akan lahir dan memimpin bangsa kedepannya. Disamping itu, perlu adanya perbaikan dan manegemen kembali mulai dari sistem pemerintahan, sistem perekonomian, dan pengolahan aset-aset penting negara khususnya yang menguasai kehidupan orang banyak. Jangan sampai kita terperangkap dan tergiur dari iming-iming utang yang diberikan oleh negara lain yang pada akhirnya justru mengambil kedaulatan negara kita sendiri. Bila rezim dan paradigma utang tidak segera diakhiri dan ditinggalkan, maka bangsa ini akan terus dijadikan negeri jajahan oleh kekuatan asing dan para agen-agennya. Pertanyaannya kemudian, mampukah kita ? tentu kita mampu, bila bangsa ini bisa mandiri didukung atas usaha dan kerja keras, pasti akan lebih mendatangkan kemakmuran dan kesejahteraan yang lebih baik dan yang penting juga, jangan pernah melupakan sejarah perjalanan bangsa yang begitu pahit tersebut.

Semoga bangsa ini kedepan akan kembali menjadi bangsa yang lebih sejahtera, kuat, dan bermartabat…………………… MERDEKA !!!

Martua Hasiholan Bancin
Menteri Pendidikan dan Keilmuan Kabinet KM ITB 2009-2010/ PJ Satgas Pemilu RI 2009 KM ITB
Urban and City Planning 2006
Institut Teknologi Bandung
hollan_stop@yahoo.com
http://hollanbancin.blogspot.com
081314697728

Tidak ada komentar:

Posting Komentar