Rabu, 13 Januari 2010

ACFTA

A-CFTA, BENARKAH MEMBAWA MAMFAAT BAGI BANGSA INDONESIA?

Memasuki tahun 2010, kembali bangsa ini dihadapkan pada suatu delema dan kekwatiran besar yang datang dari hampir semua kalangan, khususnya pelaku ekonomi terkait dengan diberlakukannya ASEAN-China Free Trade Agreement (A-CFTA) terhitung 1 januari 2010. Banyak kalangan kemudian menilai bahwa A-CFTA akan membawa dampak negatif terhadap kinerja industri nasional. Penilaian ini bukanlah tanpa alasan karena faktanya bila dilihat dari lima tahun terakhir, pertumbuhan sektor industri bangsa ini terus menurun hingga jauh di bawah pertumbuhan ekonomi yang tentunya berimplikasi pada pendorongan peningkatan pengangguran yang disebakan oleh banyaknya industri manufaktur dan sektor produktif lainnya yang akan tutup, bahkan menurut seorang pengamat Ekonomi, Ichsanuddin Noorsy peningkatan pengangguran bisa mencapai dua kali lipat dari saat ini yang mencapai 9 juta orang yang akan mendorong terjadinya peningkatan kemiskinan dan ketimpangan. Senada dengan itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam laporan Okezone.com juga mengakui bahwa implementasi kesepakatan perdagangan bebas ASEAN-China (CAFTA) per 1 Januari 2010 akan dapat berdampak buruk bagi industri manufaktur nasional.

Pada dasarnya perjanjian komprehensif kerja sama ekonomi A-CFTA ini sudah dimulai semenjak tahun 2002 yang merupakan tahap uji percobaan dan persiapan menuju implementasi untuk direalisasikan pada tahun 2010 sekarang. Mulai dari tahun 2002 itu pulalah harusnya segala infrastruktur pendukung dipersiapkan, baik itu dalam hal kebijakan dan peraturan terkait maupun infrastruktur sarana dan prasarana dalam membercepat proses produksi. Namun faktanya, infrastruktur pendukung itu tidaklah dipersiapkan dengan baik dan antisipasi yang dilakukanpun sangatlah minim dengan struktrur perekonomian yang lemah, aktivitas produksi yang tidak terkonsilidasi dengan baik dalam suatu organisasi produksi yang kuat yang menyebabkan keberlansungan industrialisasi sebagai mesin pembangunan dan pertumbuhan ekonomi tidak progresif dan stagnan. Hal inilah yang akhirnya menyimpulkan kepada kita bahwa pada dasarnya bangsa ini masih jauh dari keadaan siap menghadapi A-CFTA. Dalam hal ini, Indonesia akan lebih banyak mendapat kerugian dibanding manfaatnya, apalagi Pemerintah China paling siap untuk mengimplementasikan perjanjian perdagangan bebas dengan persiapan lebih dari 10 tahun. Hal ini dapat kita lihat dari pendapat ekonom Rizal Ramli dalam Suara Karya di Jakarta, Senin, 4 Januari 2010 yang mengatakan bahwa pada dasarnya pelaksanaan A-CFTA lebih banyak mendatangkan kerugian dibanding manfaatnya, khususnya terhadap industri manufaktur dan tenaga kerja. Dalam hal ini, CAFTA lebih mengarah pada implementasi prinsip liberalisme yang ugal-ugalan dan liberalisme ugal-ugalan inilah yang akan merusak ekonomi Indonesia.

Selain A-CFTA, sebenarnya bangsa ini juga sudah terikat pada sejumlah perjanjian perdagangan bebas yang dilakukan baik secara bilateral maupun multilateral, diantaranya adalah ASEAN Free Trade Area (AFTA) yang digulirkan mulai tahun 1992 dan dilanjutkan dengan kesepakatan pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN pada 2003 untuk direalisasikan pada tahun 2015, selain itu juga ada ASEAN-Australia-New Zealand FTA, ASEAN-Korea Selatan FTA, dan Indonesia-Japan Partnership Agreement. Untuk mendukung perjanjian ini semua, hal-hal yang dinilai menjadi penghambat mulai dari pemberlakuan pajak dan bea masuk, peraturan yang dinilai cenderung berbelit-belit, dsb kemudian dihapuskan secara bertahap. Hal ini bisa kita lihat dari kebijakan yang diberikan pemerintah dengan pemberlakuan tarif bea masuk nol persen untuk mempermudah barang luar masuk kedalam negeri. Hal inilah salah satunya yang membuat tentunya produk-produk yang berasal dari luar menjadi sangat murah dipasaran dalam negeri. Implikasinya adalah produk-produk dalam negeripun akhirnya tidak mampu bersaing, karena kecendurang konsumen masyarakat Indonesia dengan pendapatan dan daya beli yang rendah tentunya akan lebih memilih produk harga yang relatif murah yaitu yang berasal dari produk luar negeri. Hal inilah yang menyebakan banyak perusahan-perusahan dalam negeri akhirnya mengalami gulung tikar (bangkrut) yang berujung pada peningkatan penggangguran dan kemiskinan yang akan mendorong terjadinya peningkatan tindak kriminal. Mengutip pendapat ekonom UI Dorodjatun Kuntjoro-Jakti yang mengatakan bahwa sektor tekstil dan produk tekstil (TPT), sepatu/alas kaki, baja, dan lainnya secara otomatis akan menurunkan produksi seiring kian tergerusnya pangsa pasar di dalam negeri akibat kian membanjirnya produk impor, khususnya dari China.

Sekarang bangsa ini tidak bisa lagi mengelak kepada yang namanya perdagangan bebas, khususnya pada pelaksanaan A-CFTA. Produk manufaktur impor dari China yang masuk menggunakan skema Asean-China Free Trade Agreement (ACFTA) dengan tarif bea masuk 0% diperkirakan para pengamat ekonom, mulai akan membanjiri pasaran dalam negeri pada awal februari dan hal ini tentunya akan mengancam keberadaan setidaknya sepuluh produk Industri manufaktur dalam negeri mulai dari tekstil, baja, makanan dan minuman, produk peternakan, petrokimia, alat-alat pertanian, alas kaki, sintetik fiber, elektronik kabel dan peralatan listrik, industri permesinan, jasa enginering serta besi dan baja. Selain itu juga hal ini tidak menutup kemungkinan kedepan bangsa ini akan mengalami DEINDUSTRIALISASI dan Penghancuran Tenaga Produktif NASIONAL semakin tidak terbendung. China akan menjadi negara pengekspor nomor satu di dunia tahun depan yang akan menggantikan Jerman yang setelah Bertahun-tahun menduduki tempat teratas sebagai negara pengekspor nomor satu di dunia.

Sadar maupun tidak, bangsa ini sekarang telah dipaksa untuk bersaing dengan pemain-pemain besar dari luar negeri. Ibarat lomba balapan, sekarang ini adalah masa yang mau tidak mau bangsa ini dituntut untuk berlari dengan sekencang-kencangnya dengan keadaan mesin dan pengemudi yang belum siap dan matang tapi tetap berharap bisa memenangkan perlombaan tersebut. Sebuah kondisi yang sangat ironis dan sangat mengkwatirkan, tapi itulah realitanya !!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar