Selasa, 16 Februari 2010

Menembus Diberlakukannya Perjanjian C-AFTA

Menembus Diberlakukannya Perjanjian C-AFTA
Pertanyaan Mendasar Buat Kita Bersama


Belakangan ini, dunia perekonomian nasional Bangsa Indonesia kembali diterpa oleh suatu keadaan yang mendatangkan pada suatu perdebatan yang sangat dilema dan tiada ujung yaitu terkait dengan diberlakukannya perjanjian perdagangan bebas China-Asean/ C-AFTA. Perdebatan ini pun datang hampir dari semua kalangan mulai dari para pembuat kebijakan, pelaku usaha, kaum cendiakawan, dan tentunya tidak ketinggalan kaum akademisi yang akhirnya mengarah pada suatu tanggapan yang pro dan kontra terkait diberlakukannya perjanjian perdagangan bebas China-Asean tersebut.
Bagi kaum yang pro tentunya memandang perdagangan bebas Asean-China ini sebagai suatu peluang yang strategis bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Hal ini setidaknya dibelatarbelakangin antara lain adalah pertama, Indonesia akan mendapatkan suatu tambahan masukan pendapatan dari PPN impor produk-produk baru yang masuk ke Indonesia yang menurut perkiraan Departemen Keuangan, Indonesia setidaknya akan mendapatkan peningkatan pemasukan dari 66,3 triliun pada tahun 2009 menjadi setidaknya 102,2 triliun pada tahun 2010. Kedua, persaingan usaha yang muncul akibat diberlakukannya CAFTA secara langsung akan memicu persaingan harga yang kompetitif dipasaran. Hal ini akan menjadi suatu keuntungan bagi konsumen, karena harga barang akan semakin murah dipasaran (bisa dilihat dari teori hukum permintaan dan penawaran). Ketiga, bagi para para produsen yang telah matang secara finansial maupun nonfinansial tentunya akan semakin mudah memasarkan barangnya, baik didalam negeri maupun diluar negeri.
Bila kalangan penerima memandang perjanjian perdagangan bebas ini sebagai peluang, maka bagi kalangan yang kontra/menolak memandang bahwa kesepakatan perdagangan bebas ini justru merupakan awal potensi ambruknya industri domestik di Indonesia yang secara langsung maupun tidak akan kebablakan menghadapi banjirnya barang impor murah dari China di pasaran domestik. Kekhawitaran ini memang cukup beralasan, apalagi kalau kita lihat data stasistik yang menunjukkan bahwa walaupun jumlah total perdagangan kita dan china meningkat dengan tajam selang waktu 2004 yang mencapai sekitar 8,7 meningkat pada tahun 2008 sampai 26,8 miliar dolar AS, namun bersamaan itu pula perdagangan kita belakangan (tahun 2008) menunjukkan suatu keadaan yang defesit sampai mencapai sebesar 3,6 miliar AS. Ini menandakan bahwa barang impor dari negara china lebih besar masuk kedalam negeri(domestik) dibandingkan barang yang bisa kita ekspor ke negara china. Selain itu berhubung barang impor yang berasal dari negeri China umumnya terkenal dengan kemurahannya maka hal ini tentunya akan membuat kebanyakan rakyat di Indonesia lebih memilih untuk membeli barang impor murah dari negeri china tersebut apalagi ditambah dengan fakta bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang tergolong masyarakat berpenghasilan rendah (miskin). Hal inilah yang menjadi dasar ketakutan bagi  kalangan yang menolak/kontra, dimana diprediksikan akan terjadi peningkatan penutupan perusahaan yang sangat tinggi yang berujung pada pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran. Hal ini tentunya akan memberikan dampak yang cukup serius tidak lagi hanya menyangkut kelangsungkan kehidupan ekonomi tetapi juga akan menyangkut semua sendi aspek kehidupan masyarakat.
Sekarang perjanjian CAFTA ini telah berlaku dan berjalan terhitung 1 Januari 2010. Maka seiring itu pula, harusnya bangsa ini lebih dituntut untuk bersikap lebih bijak dalam mengambil dan menerapkan sejumlah langkah-langkah kongkret, stategis, dan cepat untuk bisa berlari mengejar segala bentuk ketinggalan.  Pertanyaan adalah strategi dan langkah seperti apa yang  perlu kita ambil dalam menghadapi CAFTA ini. Selain itu berhubung mahasiswa, dalam hal ini adalah mahasiswa ITB adalah insan akademis yang memiliki tugas dan kewajiban moral serta intelektual untuk memberikan sumbangan pikiran dalam menyiapkan jaringan bagi pengembangan kehidupan negara, bangsa dan masyarakat Indonesia, pertanyaan kemudian yang harus bisa dijawab adalah apa yang sekiranya yang bisa dilakukan mahasiswa ITB secara kongkrit untuk menghadapi arus CAFTA yang akan terus bergulir ini?

Senin, 08 Februari 2010

Lagu Anak Yang Semakin Hari Semakin Hilang


LAGU ANAK, AKANKAH DIPERDENDANGKAN KEMBALI DALAM DUNIA MUSIK TANAH AIR?
(Suatu Bentuk Keprihatinan Akan Perkembangan Anak Indonesia)

Kalau kita mencoba mengikutin perkembangan dunia musik tanah air, tentunya kebanyakan aransemen musik yang dilantuntan dan diperdengarkan baik secara langsung ditelivisi maupun radio  atau secara tidak langsung yang biasa dikemas dalam bentuk DVD, CD, maupun MP3, bisa dikatakan hampir semua lagu yang dilantunkan dan diperdengarkan tersebut dipadati dengan nuansa musik mengenai percintaan, persilingkuhan, dsb yang harusnya hanyalah menjadi konsumi orang dewasa. Yang memprihatikan kemudian adalah hampir semua anak pula diikutsertakan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk menjadi salah satu konsumsi perkembangan dunia musik orang dewasa itu. Bisa kita lihat secara langsung, kebanyakan anak-anak sekarang mungkin akan lebih “fasih” melantunkan lagu-lagu orang dewasa, sebut saja mulai dari lagu “Kekasih Gelapku”dari Ungu, atau “Kau Masih Kekasihku” dari Naff, atau “Separuh Jiwaku Pergi” dari Anang yang lagi ngetren akhir-akhir ini, dsb dari pada mendendangkan lagu-lagu anak-anak sendiri, yang dulu mungkin masih pernah ada memenuhi ruang kaca siaran telivisi, sebut saja mulai "Si Komo", “Lihat Kebunku”, "Abang Tukang Bakso", "Si Lumba2", "Cicit Cuit",” Ambilkan Bulan”, dst. Hal ini tentulah menjadi suatu keprihatinan kita bersama, dimana anak yang harusnya mendapatkan wawasan imajinasi dan cakrawala mengenai pengetahuan dunia alam semesta haruslah digantikan dengan dunia seputar percintaan, yang harusnya mendapatkan arti penting dari suatu hubungan keharmonisan keluarga, haruslah digantikan dengan dunia seputar kawin-cerai, putus-nyambung, dsb dan ini tentunya bukanlah menjadi suatu kesalahan dari si anak karena bagaimanapun anak cenderung akan meniru dari apa yang didegar dan dilihat. Sayangnya, bisa dikatakan dunia telivisi sekarang yang lebih mengkedepankan pengejaran sisi profit/untung semata dengan tidak pernah lagi menanyangkan lagu-lagu anak tersebut.
Pada dasarnya lagu-lagu anak telah hadir dan diperdengarkan kepada seluruh elemen bangsa semenjak era-70-an, dimana penyanyi yang terkenal ketika itu adalah Adi Bing Slamet, Chicha Koeswoyo, Ira Maya  Sopha, dsb. Memasuki era-80 an akhir kita juga bisa mengenal Melissa, Eza Yayang, Puput Melati , Enno Lerian, Bondan Prakoso, Ria Enes & Susan, Agnes Monica, Tiga Anak Manis, dll, dimana lagu-lagu itu mungkin hanya bisa dilihat dan diperdengarkan lewat telivisi nasional, yaitu TVRI. Pada era-90 an pertengahan kemudian bangsa ini bisa mengenal sosok Joshua, Trio Kwek Kwek, Chikita Meidy, Maisy, Saskia & Geovani,dll yang ketika itu telah hadir diberbagai serian telivisi, mulai dari RCTI, TVRI dan SCTV. Namun memasuki era milineum atau abab ke-21 ini, lagu-lagu itu malah justru telah hilang secara perlahan-lahan, bahkan bisa dikatakan tidak ada lagi. Tidak lagi ada sosok yang bisa kita kenal dalam mengkumandangkan lagu-lagu anak tersebut. Adapun fenomena yang muncul kemudian adalah hadirnya berbagai kompetisi bernyanyi anak dalam rangka memandu dan menimbulkan bakat anak dalam bernyanyi, mulai dari siaran idola cilik yang disiarkan oleh RCTI, atau AFI Junior yang dulunya pernah ditanyangkan oleh Indosiar. Namun sayangnya, kemasan yang disajikan diarahkan justru memaksa anak-anak untuk menjadi dewasa di usia dini, bukan apa adanya sesuai perkembangan pikiran mereka. Hal tersebut dapat dilihat dari jenis lagu yang dibawakan para penampil, hampir semuanya lagu orang dewasa.
Andai kata saja kalau anak-anak Indonesia saat ini bisa diarahkan kembali kelagu-lagu anak sebut saja contohnya mulai dari lagu “Jangan Takut Gelap” yang dinyanyikan oleh “Tasya”, dimana lagu itu mencoba memberikan kepada anak-anak Indonesia suatu pembelajaran yang sangat berarti mulai dari jangan lupa mencuci kaki tangan sebelum tidur,berdoa sebelum tidur, dsb. Selain itu, mungkin kita masih ingat pula dengan lagu Bis Sekolah yang dipopolerkan oleh “Trio Kwek Kwek”, yang memberikan semangat kepada anak-anak untuk rajin kesekolah, atau selain itu pula mungkin kita masih ingat dengan lagu si “Nyamuk Nakal” yang dipopulerkan oleh “Enno Lerian”, yang mengajak tentunya bukan hanya anak-anak saja untuk rajin bersih-bersih, dan masih banyak lagi bukan, dimana secara langsung lagu-lagu tersebut mengajak anak-anak mulai dari dini untuk melakukan kebiasaan-kebiasaan yang sudah menjadi kewajibannya dan bukankah ini tentunya menjadi sesuatu yang sangatlah baik bagi proses tumbuh dan berkembangnya anak.
Bagaimanapun kita tentunya akan lebih sepakat apabila anak yang merupakan salah satu aset penting bangsa, mestinya  sejak dini pula telah diarahkan kearah yang seharusnya mereka perlu ketahui, mulai dari pengenalan akan dunia pengetahuan alam secara sederhana maupun nilai-nilai religi dan sosial budaya masyarakat bangsa Indonesia yang telah ada puluhan bahkan ratusan tahun silam dan lagu dapat dijadikan salah satu alat ampuh dalam pengenalan maupun penanaman nilai-nilai dasar tersebut karena selain kemudahannya untuk diingat, anak secara tidak sadar kumudian diajak untuk mengikutin maksud/isi dari lagu tersebut. Maka oleh sebab itu, sudah sewajarnya pemerintah memberikan perhatian khusus akan keberadaan lagu anak yang semakin hari semakin hilang dari peredaran dan ada baiknya lagi kalau seandainya pemerintah maupun dunia telivisi mulai menggalakkan kembali lagu-lagu anak. Kita tentunya masih berharap bahwa akan ada lagi lagu-lagu anak yang bisa diperdendangkan oleh anak-anak Indonesia sebagai awal pendidikan dasar bagi anak dalam memacu proses tumbuh dan berkembangnya sifat dan kepribadian anak Indonesia…(HB)