Kamis, 24 September 2009

"PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SEBAGAI KUNCI POKOK DALAM KONSEP PEMBANGUNAN NEGARA" (Part I)

"PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SEBAGAI KUNCI POKOK DALAM KONSEP PEMBANGUNAN NEGARA"

(Part I)


Setelah perang dunia kedua berakhir, hampir semua negara di dunia mencurahkan perhatiannya kepada upaya untuk memajukan negara-negara yang proses perkembangannya tertinggal, khususnya negara-negara yang baru merdeka yang dalam hal ini sering kita kenal dengan negara berkembang. Mereka kemudian tergabung dalam suatu organisasi yang sekarang kita kenal dengan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa). Kehadiran lembaga inipun ditujukan dalam rangka percepatan pertumbuhan dan perkembangan negara berkembang dengan berbagai program-program pembangunannya, dimana secara garis besarnya konsep pembangunan di dunia negara berkembang tersebut berkembang menurut paham ekonomi politik yang garis besarnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu yang mengikuti stategi ekonomi sosialis dan yang mengikuti strategi ekonomi pasar.

Bersamaan dengan itu, dimasa itu pula, banyak para pakar dan dunia akademis ditantang untuk membuat konsep-konsep bagi stategi pembangunan di Dunia ketiga (Dunia pertama adalah kelompok Negara Barat dan Dunia kedua adalah kelompok Negara komunis). Konsep-konsep inilah yang kemudian diterapkan melalui paket pembangunan, melalui para ahli asing yang membantu perencanaan maupun pelaksanaan program-program Negara berkembang, serta melalui para ahli dan professional dari Negara-negara berkembang itu sendiri yang pendidikannya bersumber maupun di ilhami oleh pemikiran kalangan pakar di Negara maju. Singkatnya konsep yang paling dominan pada dua dasawarsa pertama setelah perang dunia kedua adalah pemikiran-pemikiran yang bersandar pada konsep pertumbuhan sebagai kekuatan utama yang dapat menghasilkan kesejahteraan bagi masyarakat. Pembangunan yang terus dilakukanpun dipandang sebagai proses yang berkesinambungan dari peningkatan jumlah pendapatan riil per kapita melalui peningkatan jumlah dan produktivitas sumber daya. Proses inilah yang disebut dengan pertumbuhan dan salah ukuran pentingnya adalah pendapatan per kapita.

Berdasarkan pandangan tersebut yang kemudian didukung oleh adanya penanaman, penyerapan maupun penerapan teknologi modern dan modal dengan pola yang ditempuh adalah proses industrialisasi, maka diprediksikan akan menghasilkan suatu pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan bagi pertumbuhan negara berkembang sebagaimana yang telah dialami oleh Negara-negara maju yang telah berhasil menghasilkan peningkatan taraf hidup yang cepat dan menghilangkan kemiskinan. Salah satu harapan atau anggapan pengikut aliran teori pertumbuhan ini adalah bahwa hasil pertumbuhan akan dinikmati masyarakat sampai lapisan bawah, namun pengalaman pembangunan yang telah dilakukan selama kurun lebih tiga dasawarsa menunjukkan bahwa realitanya rakyat lapisan bahwa tidak senantiasa dapat menikmati cucuran hasil pembangunan seperti yang diharapkan. Bahkan di banyak Negara, kesenjangan social ekonomi makin melebar. Penyebabnya adalah meskipun pendapatan dan konsumsi makin meningkat, hanya kelompok masyarakat yang sudah baik keadaannya dan lebih mampu yang lebih mendapatkan mamfaatnya oleh posisinya yang menguntungkan, sehingga memungkinkan untuk memperoleh sebagian besar hasil pembangunan. Dengan demikian, yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin, bahkan yang miskin relatif dapat menjadi lebih miskin lagi. Selain itu pula, dunia kemudian disadarkan dengan semakin tingginya kerusakan alam yang terjadi, dimana efeknya dapat mengganggu keberlanjutan kehidupan umat manusia dimuka bumi ini dari pola pembangunan yang telah dilakukan yang terlalu menekan keberlangsungan alam itu sendiri.

Dengan pengalaman-pengalaman tersebut, kemudian dikembangkanlah berbagai alternative terhadap konsep pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dinyakini tetap diperlukan, tetapi disadari bahwa pertumbuhan ekonomi bukanlah satu-satunya criteria dalam konsep pembangunan. Ia harus serasi dengan pembangunan social yang fokusnya adalah pada manusia dan kualitas serta kesinambungan hidupnya yang dapat membangun harkat dan martabat manusia itu sendiri. Karena pada dasarnya manusia berkeinginan untuk membangun kehidupan dan meningkatkan kesejahteraannya dengan kemampuan dan potensi yang dimilikinya.

Berdasarkan pandangan tersebutlah, di Indonesia kemudian dikembangkan konsep pertumbuhan yang bertumbuh pada manusia dan yang berakar kerakyatan. Pembangunan yang berorientasi kerakyatan dan berbagai kebijaksanaan yang berpihak pada kepentingan rakyat tidak berarti akan menghambat upaya mempertahankan atau meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tentunya pertumbuhan hanya akan sinambung dalam jangka panjang jika sumber utamnya berasal dari rakyat sendiri, baik itu produktivitas rakyat maupun sumber daya yang berkembang melalui penguatan ekonomi rakyat. Konsep inilah kemudian yang kita kenal dengan konsep pemberdayaan masyarakat sebagai suatu strategi dalam membangun kesejahteran rakyat yang berkesinambungan dan berkeadilan, dimana tujuan pokok dari pemberdayaan sendiri adalah melepaskan masyarakat dari belenggu kemiskinan dan keterbelakangannya sehingga pendekatan utama dalam konsep ini adalah bahwa masyarakat tidak lagi dijadikan obyek dari berbagai proyek pembangunan, tetapi menjadi subyek dari upaya pembangunan itu sendiri. Untuk semua itu, salah satu upaya penting dalam stategi pemberdayaan adalah peningkatan kualiatas pendidikan masyarakat, karena melalui pendidikanlah terjadi pengembangan dan penyerapan ilmu pengetahuan…………...(bersambung)

Untuk Tuhan, Bangsa, dan Almamater…………..Merdeka !!!

“Hidup Bukanlah Untuk Mengeluh dan Mengaduh”

Hidup Bukanlah Untuk Mengeluh dan Mengaduh”

(Karya WS Rendra)


Hidup tidaklah untuk mengeluh dan mengaduh

Hidup adalah untuk mengolah hidup

Bekerja membalik tanah

Memasuki rahasia langit dan samodra serta mencipta dan mengukir dunia

Kita menyandang tugas karena tugas adalah tugas

Bukannya demi surga atau neraka

Tapi demi kehormatan seorang manusia

Karena sesungguhnya kita bukan debu

Meski kita telah reyot, tua renta dan kelabu

Kita dalah kepribadian dan harga kita adalah kehormatan kita

Tolehkan lagi ke belakang

Kemasa silam yang tak seorang pun kuasa menghapusnya……

Rabu, 23 September 2009

“MEMANDANG KEMBALI ESENSI WISUDA”



Momen wisuda tentunya menjadi suatu momen yang selalu akan ditunggu-tunggu oleh semua kalangan, baik itu kita yang mau diwisuda, orang tua, masyarakat, bangsa maupun negara. Bagaimana tidak, segala upaya, usaha dan kerja keras yang telah dikerahkan kurun waktu lebih kurang empat sampai lima tahun ini dalam menimba ilmu dan membangun karater serta pola pikir di sebuah instutusi pendidikan yaitu perguruan tinggi sekarang telah berada diujung tombak, yaitu wisuda. Suatu penghargaan tersendiri tentunya bagi kita yang diwisuda karena secara simbolik pula kita diberikan suatu gelar yang akan melekat selalu dalam perjalanan kehidupan kita. Oleh sebab itu ada baiknya memang kita bersyukur karena kita diberi kesempatan untuk dapat menyelesaikan pendidikan sampai kejenjang pendidikan tingkat tinggi karena harus kita sadari bersama masih terlalu banyak dari saudara kita yang tidak dapat mengecam pendidikan tingkat tinggi, jangankan pendidikan tingkat tinggi, pendidikan tingkat rendah juga masih terlalu dari harapan mereka. Disamping itu, makna wisudaan dapat dijadikan sebuah perefeksian kembali terkait “mau kemana arah dan langkah tujuan kita selanjutnya?” karena bagaimanapun kelulusan (wisuda) bukan akhir dari sebuah perjalanan yang kita lalui tapi merupakan awal bagi kita sekalian untuk melangkah lebih jauh lagi dan tentunya kita harus sadari lebih awal bahwa begitu banyak tantangan yang akan terjadi didepan kita yang menuntut kita untuk lebih sigap dan lebih matang dalam menghadapi tantangan tersebut. Sedikit mengungkapkan fakta bahwa pada Februari 2005, jumlah sarjana yang menganggur tercatat setidaknya sebanyak 385.400 orang dan pada februari 2009, jumlahnya diperkirakan sudah naik melonjak dua kali lipat menjadi 626.600 orang. Padahal setiap tahunnya Indonesia memproduksi sekitar 300.000 sarjana dari 2.900 PT. Angka pengangguran terdidik bertambah besar lagi jika digabungkan dengan pengangguran lulusan diploma yang mencapai 486.400 orang. Para penggangguran terdidik itu merupakan bagian dari pengangguran terbuka secara nasional yang pada Februari 2009 mencapai 9,26 juta atau setara dengan 8,14% dari total angkatan kerja.

Selain itu, hal yang sangat penting adalah wisudaan mempunyai arti yang begitu penting bagi masyarakat, bangsa, dan negara kita karena mereka akan mendapatkan kembali putra putri terbaiknya, generasi insan-insan pembangunan bangsa yang telah menjadi putra putri terdidik dan terlatih dari kampus terbaik yang siap mengabdikan dirinya bagi kepentingan masyarakat, bangsa dan negaranya. Satu hal yang menjadi catatan penting kita bersama bahwa masih banyak permasalahan yang terjadi di bangsa kita tercinta ini, mulai dari masalah kesehatan, masalah kemiskinan, masalah pengangguran, pendidikan dan sebagainya yang mau tidak mau menuntut kita semua untuk lebih mau berpikir dan berusaha lebih keras lagi dalam memberikan suatu solusi-solusi yang terjadi. Tentunya adalah suatu yang sia-sia apabila kita justru tidak peka akan panggilan kita tersebut karena terlalu asyik hanya dengan urusan pribadi kita masing-masing dan sadarilah bahwa menyandang gelar bukanlah hanya sekedar menambah nama garis terbelakang, tapi tentunya menambah dan merubah cara berpikir kita seharusnya juga menjadi terstruktur untuk produktif hingga kita dapat menghasilkan karya nyata bagi kita sendiri maupun masyarakat di sekitar kita.

Akhirnya, marilah kita buat suatu sejarah baru, bahwa hari ini juga telah lahir anak bangsa terdidik dari institute terbaik yang siap mengabdikan dirinya bagi perbaikan dan kemajuan bangsa tercinta dan izinkan kami atas nama rekan-rekan Mahasiswa menyampaikan selamat kepada abang, kakak dan rekan-rekan kami tercinta sekalian atas wisuda yang telah diraih dan tetaplah selalu berjuang saudaraku demi janji yang pernah kita torehkan bersama dikampus tercinta ini dengan tekat yang kuat, ambisi dan kerja keras serta harapan bahwa bangsa ini pasti bisa lebih baik dari keadaan sebelumnya.


Salam Mahasiswa,

Untuk Tuhan, bangsa, dan Almamater…..Merdeka !!!

“Robohnya KPK Yang Hanya Tinggal Menunggu Waktu”


Robohnya KPK Yang Hanya Tinggal Menunggu Waktu

Mungkin kalau kita mengikuti perkembangan yang menimpa lembaga KPK, pastinya akan mengundang kita kebanyak pertanyaan yang intinya mengarah “Ada apa sebenarnya dengan KPK kita dan bagaimana nasib keberjalannya kedepan?”. Dari begitu banyak kasus yang terjadi yang menyimpulkan bahwa keberadan nasib lembaga yang hadir diatas cita-cita reformasi inipun bisa dikatakan semakin simpangsiur dan tidakjelas. Hal ini bisa kita lihat lihat mulai dari dari proses pembuatan regulasi atau rancangan undang-undang (RUU) Pengadilan tindak pidana Korupsi (Tipikor) yang tak kunjung selesai, padahal Mahkamah konstitusi (MK) memberikan batas waktu paling lambat 19 desember 2009 UU Tipikor sudah haruslah rampung. Jika tidak, tentunya kasus korupsi akan dikembalikan ke pengadilan umum yang sangat diragukan komitmennya dalam member hukuman setimpal kepada koruptor. Selain itu, semenjak ditahannya ketua KPK Antari Azhar atas kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, dengan dalil hukum yang cenderung dibuat-buat, dimana DPR berkesimpulan karena kerja KPK adalah kolektif yang dalam hal ini harus ada lima orang maka KPK secara otomatis tidak boleh melakukan apapun selama hanya berisi empat orang. Tapi untunglah, beberapa anggota DPR lainnya menolak cara pandang ini. Sesudah itu, isu kemudian yang berkembang adalah terjadinya kirsruh hubungan antara KPK dengan Kejaksaan agung dan kepolisian. Hal ini kemudian diperpanas dengan munculnya pernyataan seorang pejabat tinggi polisi yang berkata “cicak kok mau melawan buaya?” yang kemudian memicu kemarahan masyarakat luas yang diikuti dengan banyaknya para toko dan masyarakat yang tergabung dalam aliansi cinta Indonesia cinta KPK (cicak), “saya cicak berani melawan buaya”. Belum sampai disitu, belakang ini, kembali kita mendengar bahwa dua pimpinan KPK yaitu candra dan bibit ditangkap atas tuduhan penyelewengan kekuasan dan dugaan korupsi terkait kasus bank century. Hal ini tentunya menambah sederatan dugaan publik akan tujuan sederhana, yaitu KPK harus mati. Harapannya adalah kekuatan koruptor dan transaksi kotor yang dilakukan lembaga penyelenggara korup dengan pihak swasta dapat dilakukan dengan leluasa dilakukan.
Dari berbagai banyak masalah yang menimpa lembaga KPK kita sekarang yang terlihat adanya upaya secara sistematis didalam meruntuhkan keberadaan KPK, tentunya dibutuhkan suatu upaya sungguh untuk menyelamatkan KPK dan pemberantasan korupsi. Oleh sebab itu, kita (masyarakat) dan KPK haruslah bersama-sama berusaha membendung usaha penghancuran salah satu cita-cita dari reformasi itu yaitu hadirnya pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi. Walapun secara teoretis kerja KPK memang berdasarkan UU, namun secara hakikat tidaklah berlebihan saya mengatakan bahwa kehadiran KPK adalah wujud dari kebutuhan masyarakat akan penegakan hukum yang berkeadilan, yaitu kebutuhan akan hadirnya lembaga yang mampu bertindak dan mengambil langkah yang lebih berani guna melakukan pemberantasan korupsi. Artinya adalah KPK secara tidak langsung mendapat legimitasi yang kuat dari rakyat sehingga, secara umum dapat kita simpulkan bahwa setidaknya ada tiga upaya yang harus diambil dalam pemberantasan korupsi yaitu dengan pencegahan, penindakan, dan adanya peran masyarakat. Pencegahan korupsi difokuskan pada perbaikan sistem (hokum, kelembagaan, ekonomi) dan perbaikan system manusia (moral, pendidikan). Pencegahan korupsi dimaksudkan bertujuan untuk mengurangi terjadinya korupsi, dengan memperbaiki system yang berpotensi yang berpotensi korup dan memperbaiki hidup para korup. Sementara penindakan korupsi yang disertai dengan aset recorvery (menyelamatkan aset Negara) bertujuan memberikan shock terapy (menjadi suatu pembelajaran dan mengembalikan rasa adil dari perampasan hak masyarakat yang terkoyakkan). Tentunya penindakan korupsi haruslah dilakukan konsisten dan berkesinambungan, karena kehadiran KPK justru dapat menjadi tandingan budaya bagi tindakan para koruptor yang membudaya. Tidaklah berlebihan apabila KPK dapat diharapkan merupakan agen of change dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dimana bangsa ini sudah sangat menderita oleh penyakit korupsi., Apalagi citra bahwa Indonesia masih merupakan bagian Negara terkorup di dunia.
Harus kita bersama bahwa menurut data ICW (Indonesia Corrupotion Watch) tahun 2008, dari 444 terdakwa kasus korupsi yang diperiksa dan diputus, sebanyak 277 terdakwa (62,38 %) divonis bebas/lepas oleh pengadilan. Hanya 167 terdakwa (37,61%) yang akhirnya divonis bersalah. Namun dari 167 terdakwa korupsi yang akhirnya diputuskan bersalah tersebut dapat dikatakan belum memberikan efek jera bagi pelaku korupsi. Hal ini bisa dilihat dari, terdakwa yang divonis di bawah satu tahun penjara adalah sebanyak 78 terdakwa (17,57%). Diatas 1,1 tahun sampai 2 tahun sebanyak 55 terdakwa (12,39%), divonis 2,1 tahun hingga 5 tahun sebanyak 18 orang (4,05%), dan divonis 5,1 tahun hingga 10 tahun yaitu sebanyak 5 terdakwa (1,12%). Hingga tahun 2008 berakhir, hanya ada satu terdakwa yang divonis di atas 10 tahun(0,22%) sehingga rata-rata vonis penjara yang dijatuhkan oleh pengadilan umum adalah 5,82 bulan penjara. Dengan demikian, selama empat tahun terakhir (sejak 2005-2008), berdasarkan pantauan ICW, dari 1421 terdakwa yang diadili dalam kasus korupsi di pengadilan umum, terdapat 659 korupsi (46,37%) yang divonis bebas/lepas oleh pengadilan umum, dan 762 terdakwa (53,62%) yang divonis bersalah. Hal ini menandakan bahwa masih begitu banyak PR yang harus dilakukan KPK dan kita semua tentunya masih menunggu dan berharap bahwa KPK akan terus dapat melanjutkan tugas dan amanah yang telah diembannya untuk membuat Negara ini bersih dan bebas dari koroptor yang sama sekali tidak punya rasa malu.


Salam Mahasiswa, Salam Perjuangan……
Untuk Tuhan, Bangsa, dan Almamater…………..Merdeka !!!

KEMBALI KE NILAI-NILAI DASAR PENDIDIKAN !!!

KEMBALI KE NILAI-NILAI DASAR PENDIDIKAN !!!


Perjalanan pendidikan nasional kita selama ini tentunya penuh dengan dinamika dan romantika. Dinamika ini sangat dirasakan dengan munculnya berbagai kebijakan yang sering menimbulkan polemik, contohnya akhir-akhir ini terkait isu BHP yang masih mengundang banyak pro dan kontra, sedangkan romantikanya dirasakan dengan munculnya berbagai kendala dalam melaksanakan kebijakan tersebut. Kemajuan zaman yang terlalu pesat akhir-akhir ini ternyata membawa berbagai fenomena baru yang tidak bisa mereduksi nilai-nilai konsepsi filosofis pendidikan nasional. Akibatnya, kontruksi pendidikan nasional kita menjadi tidak kukuh apabila tidak segera dilakukan reformulasi konsep. Sekarang sudah saatnya dilaksanakan reformulasi konsep dan rekonstruksi fondasi pendidikan nasional, utamanya menyangkut hak-hak pendidikan masyarakat serta nilai-nilai dasar pendidikan nasional itu sendiri.

Pada dasarnya pendidikan itu merupakan usaha untuk memajukan bertumbuhnya kecerdasan, kepribadian, dan tubuh anak didik. Dengan demikian, keberhasilan suatu proses pendidikan sangat bergantung pada sejauh mana bertumbuhnya kecerdasan, kepribadian, dan tubuh tersebut dapat dicapai secara bersama-sama. Tinggi dan rendahnya pertumbuhan ketiga mantra tersebut sangat menentukan tingkat keberhasilan proses pendidikan bagi anak didik. Disisi yang lain, kebersamaan bertumbuhnya ketiga mantra juga menjadi faktor penentu. Bila kita lihat dalan konteks kebudayaan, maka pendidikan merupakan proses pembudayaan anak. Kalau budaya itu sendiri merupakan buah peradapan manusia, maka melalui proses pendidikan anak didik dituntun menjadi manusia yang makin beradab. Adalah keliru bila anak didik yang diberi pendidikan jsutru menjadi manusia yang makin tidak beradap.


Hak Pendidikan

Proses pendidikan harus berpusat kepada anak didik bukan pada pendidik atau orang lain yang menjadi bagian dari proses pendidikan tersebut. Ketika suatu proses pendidikan akan dilangsungkan maka pertama kali yang harus diperhatikan oleh siapa saja yang terlibat dalam proses ialah kesiapan anak didik sejauh mana tingkat kecerdasannya, bagaimana kepribadiannnya, serta bagaimana kondisi tubuhnya. Bahwasanya kesiapan pendidik juga penting, bahwa kesiapan media juga penting, bahwa kesiapan lingkungan juga penting, dan sebagainya. Hal itu memang benar akan tetapi semua itu tidak dapat menggeserkan keutamaan anak didik. Bahwa pendidikan itu juga sering diartikan sebagai suatu proses pengabdian kepada sang anak, hal itu menunjukkan bahwa demikian penting dan stategisnya posisi anak didik dalam proses pendidikan itu sendiri

Karena pendidikan tersebut harus berpusat pada anak didik maka dalam prosesnya harus berpedoman pada keinginan, gagasan dan juga kreativitas masing-masing anak didik. Hanya saja manakala ditemui keinginan, gagasan dan kreativitas yang tidak mendidik, barulah pamong atau pendidik memberikan bimbingannya. Dalam hal ini,pendidik harus pandai-pandai menyesuaikan anak didik, dan bukan anak didik yang harus menyesuaikan pendidiknya.

Secara asasi setiap orang hidup memiliki hak untuk memajukan pertumbuhan kecerdasannya, serta tidak satupun kekuatan dan kekuasaan di dunia ini yang boleh meniadakan hak tersebut Secara asasi setiap orang hidup juga memiliki hak untuk memajukan pertumbuhan kepribadiannya,serta tidak satupun kekuatan dan kekuasaan didunia ini yang boleh meniadakan hak tersebut Pada sisi yang lainnya setiap orang hidup memiliki hak untuk memajukan pertumbuhan tubuhnya, serta tidak satupun kekuatan dan kekuasaan didunia ini yang boleh meniadakan hak tersebut. Hak memajukan pertumbuhan kecerdasan, kepribadian dan tubuh itulah yang merupakan hak pendidikan.

Atas dimilikinya hak pendidikan oleh setiap warga negara tersebut maka para penyelenggara negara memliki kewajiban memberikan atau menyelenggarakan pendidikan untuk warga negaranya itu. Disisi lain, dikarenakan hak pendidikan tesebut bersifat asasi maka penyelenggaraan pendidikan harus dapat dinikmati oleh siapa saja yang memandang berbagai perbedaan antarumat manusia itu sendiri, antara lain perbedaan etnis, suku, kelompok, status ekonomi, dan status sosial


Nilai-Nilai Dasar

Pendidikan beriorientasi kepada anak didik. Dengan diselenggarakannya pendidikan maka kecerdasan, kepribadian, dan tubuh anak didik bisa tumbuh secara lebih maju. Disamping itu, anak didik dapat menjadi manusia yang lebih beradab. Untuk mewujudkan itu, penyelenggaraan pendidikan harus didasarkan pada nilai-nilai dasar yang kukuh. Sudah bareng tentu nilai-nilai dasar ini tidaklah mati dan kaku, tetapi senatiasa berkembang dinamis sesuai dengan tantangannya. Pendidikan nasional Indonesia juga memiliki nilai-nilai dasar yang berhubungan dengan latar belakang budaya masyarakat Indonesia itu sendiri. Dalam hal ini, terdapat tujuh nilai dasar pendidikan dasar pendidikan nasional, masing-masing ,menyangkut kemerdekaan, kebangsaan, keseimbangan, kebudayaan, kemandirian, kemanusian, dan kekeluargaan.

Ø Pertama kemerdekaan

Pelaksanaan pendidikan bangsa harus dididasarkan kepada nilai-nilai kemerdekaan yang asasi. Dengan demikian, pengembangan ide, pemikiran dan kreativitas tidak dikalahkan oleh hal-hal yang sifatnhya pragmatis. Dari yang Maha Esa setiap manusia itu diberikan kemerdekaan untuk mengembangkan diri dari ikatan-ikatan natuur menuju tercapainya tingkatan cultuur. Kemerdekaan untuk mengembangkan diri itulah hakikat pendidikan. Pada Hakikatnya, pendidikan itu tidak dapat ddibatasi oleh tirani kekuasaan, politik atau kepentingan tertentu. Nilai dasar kemerdekaan ini yang menjadi landasan pengembangan semangat demokrasi anak didik.

Ø Kedua menyangkut kebangsaan

Secara fundamental pendidikan itu hendaknya didasarkan pada nilai-nilai kebangsaan yang hakiki. Relaitas tentang terdapatnya perbedaan agama, etnis, suku, budaya., adat, kebiasaan, status sosial, ekonomi, dan sebagainya, hendaknya justru dijadikan kerangka dasar dalam pengembangan sistem. Dengan demikian tujuan pendidikan bisa memajukan bangsa secara keseluruhan yang di dalamnya terdapat berbagai perbedaan itu, implikasi dalam penyelenggaraan itu sendiri tidak boleh membeda-bedakan agama, etnis, suku, budaya, adat, kebiasaan, status sosial, ekonomi, dan sebagainya.

Ø Ketiga menyangkut keseimbangan

Pendidikan hendaknya sanggup memberikan keseimbangan di dalam upaya memajukan bertumbuhnya kecerdasan, kepribadian, dan tubuh anak didik. Pendidikan yang hanya mengkedepankan bertumbuhnya kecerdasan akan menghasilkan manusia yang tidak sehat raga jiwanya. Pendidikan yang mengkedepankan bertumbuhnya kepribadian hanya menghasilkan manusia yang tertinggal. Sementara pendidikan yang hanya mengkedepankan bertumbuhnya tubuh menghasilkan manusia yng tidak berbobot kecerdasan dan kepribadiannya. Disinilah keseimbangan diperlukan

Ø Keempat kebudayaan

Kebudayan bangsa adalah roh pendidikan nasional. Pengembangan pendidikan harus selalu diselaraskan pada kebudayaan bangsa sendiri, meskipun tidak berarti harus menolak budaya asing yang datang. Untuk berpadu dengan budaya asing dapat diterapkan sistem kontinuitas, konsentrisitas, dan konvergensitas. Maknanya mengembangkan budaya luhur bangsa sendiri dna menyeleksi datangnya budaya asing dengan kemungkinkan berpadunya budaya bangsa dan budaya manca, menuju terbentuknya budaya baru yang lebih baik

Ø Kelima menyangkut kemandirian

Kemandirian menjadi dasar bagi segala bentuk usaha dalam ;pencapaian kemajuan hidup. Kemandirian juga merupakan landasan bagi bangsa Indonesia guna bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Tanpa kemandirian, usaha pencapaian kemajuan hidup sulit membuahkan hasil optimal. Tanpa kemandirian maka sulit bagi bangsa kita utnuk mensejajarkan diri dengan bangsa-bangsa lain

Ø Keenam menyangkut kemanusian

Pendidikan harus diselenggarakan diatas nilai-nilai kemanusian seperti kejujuran, kesopanan, dan kesantunan. Nilai-nilai kemanusian dapat membuahkan keluruhan budi bagi anak didik. Setiap anak didik hendaknya berbudi pekerti luhur setelah mengalami proses pendidikan di tingkat manapun. Budi pekerti merupakan modal utama untuk mengembangkan diri di tengah-tengah masyarakat

Ø Ketujuh menyangkut kekeluargaan

Sebuah keluarga yang harmonis memiliki nilai-nilai ideal utnuk menyelenggarakan pendidikan nasional Indonesia. Implikasinya, penyelenggaraan pendidikan harus dilakukan dengan pendekatan kekeluargaan yang dalam hal ini tertandai dengan akrabnya hubungan antara sesame pamong, sesama siswa.

Untuk Tuhan, Bangsa dan Almamater…………… MERDEKA !!!